JAKARTA, KOMPAS.com - Jenggo (53), menyaksikan tergusurnya rumah warga yang dahulu menempati Kampung Kebon Melati, Jakarta Pusat karena adanya proyek pembangunan apartemen.
Kini, perkampungan itu berganti wajah menjadi gedung Apartemen Thamrin Excecutive Residence. Jenggo mengaku menjual rumahnya kepada pihak apartemen seharga lebih dari Rp 1 miliar.
"Ada kesadaran diri sendiri memang mau pindah. Memang ada program penggusuran," kata Jenggo saat ditemui Kompas.com tak jauh dari apartemen, Sabtu (20/5/2023).
Setidaknya ada tiga rumah milik keluarganya yang dijual. Dia juga memilih angkat kaki bersama warga lain karena memang ingin pindah dari kawasan tersebut.
"Kami kan jual sebenarnya alternatifnya banyak, termasuk menghindari pergaulan anak-anak. Dulu ini kan kampungnya rawan ini Batu Raja sama kampung ini tawuran sudah rutinitas," papar dia.
Para warga, lanjut Jenggo, langsung meninggalkan Kampung Kebon Melati setelah menerima uang hasil menjual rumahnya. Kebanyakan dari mereka memilih tinggal di kota penyangga yakni di Depok, Tangerang, dan Bogor.
Sementara Jenggo dan keluarganya kini menempati rumah di kawasan Srengseng, Jakarta Barat. Dia tetap mencari nafkah dengan menjadi juru parkir di sekitar kompleks apartemen tersebut.
Di saat para warga menjual tanah dan rumahnya, Lies (68) memilih bertahan di tengah kemegahan Apartemen Thamrin Excecutive Residence.
Baca juga: Potret Rumah Reyot yang Bertahan di Tengah Megahnya Gedung Apartemen di Thamrin
Rumah reyot milik lansia itu berdiri tegar di sisi kanan apartemen. Jenggo menyebut, Lies tak mau pindah karena rumah itu adalah peninggalan milik orangtuanya.
"Katanya sih, katanya rumah peninggalan orangtua. Abang-abangnya sih udah pada pindah semua udah pada enak, adik-adiknya. Dia aja yang enggak mau (pindah)," imbuh dia.
Kata Jenggo, Lies hidup bersama suami dan satu anak bungsunya. Sedangkan anggota keluarga Lies yang dahulu menempati perkampungan itu menerima uang gusuran dan memilih untuk pindah.
Sepengetahuannya, Lies sudah sering ditawari pihak apartemen untuk menjual rumah dan tanah yang ditempatinya. Namun, tawaran itu ditolak olehnya. Lies juga memilih bertahan tinggal di rumah reyotnya di tengah kemegahan apartemen tersebut.
"Iya tanah dia (Lies). Itu kan awalnya perkampungan dulunya, akhirnya dibangun apartemen. Cuma kan posisi dia (Lies) memang bertahan, pernah ditawarin Rp 4 miliar enggak mau," papar Jenggo.
Pantauan Kompas.com di lokasi, bangunan ini berkelir putih kusam dengan tembok yang mulai retak di sana-sini. Terlihat pula tanaman yang tumbuh di area depan rumah. Di pinggir rumah Lies, dipasang tembok pembatas berwarna abu-abu setinggi 50 sentimeter.
Posisi rumah Lies lebih rendah dibandingkan tanah yang sudah dibangun apartemen. Sebagian besar genting yang terpasang sudah menghitam, sementara di sisi lain sang pemilik berlindung dari hujan dan panas dengan memasang asbes.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.