Sebab, Miswadi sudah tidak memiliki banyak tenaga untuk berbelanja dan menyiapkan es buah.
Ditambah lagi, akses langsung menuju Pasar Enjo dari tempat tinggalnya sudah ditutup. Ia tidak bisa lagi berjalan kaki untuk berbelanja.
Miswadi harus menggunakan ojek, sehingga pengeluarannya menjadi lebih banyak dari yang semestinya.
"Kolak juga sekarang enggak jual setiap hari karena enggak ada tenaganya. Setiap Senin-Kamis aja," terang dia.
Miswadi masih menjual es buah, tetapi hanya pada bulan Ramadhan karena ada tetangga yang membantunya.
Baca juga: Cerita Warga Gang Mayong: Saya Sembunyi, Tahu-tahu Kaca Jendela Pecah Ditimpuk Pelaku Tawuran...
Kolak dijual seharga Rp 6.000, es buah Rp 5.000, serta es jeruk dan jeruk hangat Rp 6.000.
Untuk es teh, teh hangat, dan minuman renceng dibanderol Rp 4.000.
Miswadi mengaku jarang menghitung pendapatan hariannya.
Ia hanya mengira-ngira nominal yang diperlukan untuk berbelanja bahan dagangan, sementara sisanya digunakan untuk keperluan lain seperti makan sehari-hari.
"Untuk kisarannya sih sehari bisa Rp 500.000-Rp 600.000. Sekarang turun jadi Rp 200.000-Rp 250.000 sejak pandemi Covid-19," ungkap Miswadi.
Sejak pandemi, penjualan minuman jeruknya berkurang.
Sebelum Covid-19, Miswadi bisa menghabiskan 5 kilogram jeruk sehari. Kini, 3 kilogram jeruk baru habis dalam seminggu.
"Cuma sekarang masih bersyukur aja bisa makan," kata Miswadi.
Baca juga: Tawuran di Gang Mayong Timbulkan Stigma Negatif, Ketua RT: Jadi Cambuk untuk Menangani Itu
Miswadi mengatakan, tawuran baru marak terjadi di Gang Mayong pada sekitar tahun 2020.
Ia bersyukur dagangannya tidak pernah dijarah atau dirusak oleh para pelaku tawuran.