“Makanya ini termasuk rapi dibanding dengan pola-pola yang pernah diungkap sebelumnya di Cikini dan beberapa klinik lain,” katanya lagi.
Keduanya juga menjajakan jasa aborsi ilegal mereka di situs daring dan sosial media.
“Kalau kita ketik di Google saja, klinik aborsi. Maka akan muncul nomor telepon, salah satu nomor tersebut (adalah) nomornya NA,” ujar Komarudin.
Baca juga: Eksekutor Aborsi di Kemayoran Tak Berlatar Belakang Medis, tetapi IRT
Setelah didalami oleh Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Jakarta Pusat, tersangka utama yang berperan sebagai eksekutor, SN mengaku telah melayani hingga 50 pasien.
“Buka sejak 15 Mei, perkiraan (sudah melayani) sekitar 50 pasien,” kata Komarudin.
Para tersangka utama mensosialisasikan jasa mereka melalui situs online dan media sosial.
Setelah itu, Komarudin mengatakan, NA yang akan menentukan di mana tempat untuk menjemputnya.
Baca juga: Beroperasi 1,5 Bulan, Klinik Aborsi di Kemayoran Telah Layani 50 Orang
Setelah melalui pendalaman lebih lanjut, diketahui eksekutor aborsi, NA, merupakan residivis kasus serupa.
Komarudin merujuk pada pembongkaran praktik aborsi ilegal di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat pada tahun 2016.
“NA dan SN ini sebelumnya pernah menjadi asisten. NA ini adalah residivis di kasus yang sama. Kita pernah dengar beberapa waktu yang lalu, kasus yang dibongkar di Cikini, itu salah satunya NA,” ujar Komarudin.
Dalam menjalankan aksinya di klinik Kemayoran, NA kemudian mengajak SN.
Keuntungan puluhan juta, menurut Komarudin, menjadi salah satu alasan mengapa NA kembali berkecimpung di dunia praktik aborsi ilegal ini.
“Misalnya sehari ada lima (pasien), NA mendapatkan Rp 2,5 juta,” kata Komarudin.
Baca juga: Klinik Aborsi di Kemayoran Dibongkar, Polisi: Tersangka Residivis Kasus Serupa
Komplotan pelaku mengaku, bisa meraup omzet hingga Rp 25 juta dalam sehari. Biaya yang dikenakan kepada seorang pasien mencapai Rp 2,5 hingga Rp 8 juta.
“Dari empat pasien yang diperiksa, mereka rata-rata membayar ada yang Rp 5 juta, ada yang Rp 8 juta. Harga ditentukan berdasarkan usia janin,” kata Komarudin.