BEKASI, KOMPAS.com - Permasalahan antara penghuni di Perumahan Green Village, Kelurahan Perwira, Bekasi Utara dan pengembang terus bergulir.
Penghuni di perumahan tersebut memilih menempuh jalur hukum guna mencari keberadaan pengembang.
Penghuni menggandeng kuasa hukum karena mereka merasakan dirugikan.
Baca juga: Ketua RW Ikut Memburu Pengembang Green Village: Sulit Dihubungi, tapi Perusahaan Masih Terdaftar
Sebab, ada 10 rumah yang kini terdampak akibat pihak pengembang memindahkan patok lahan ke tanah milik orang lain, saat perumahan itu akan dibangun.
Akibatnya, akses penghuni di sana pun jadi terbatas karena pemilik lahan tersebut menutup akses penghuni dengan tembok beton.
Penghuni pun siap menggugat, baik perdata dan pidana kepada pengembang.
"Pelanggarannya jelas, di situ ada pelanggaran tentang perumahan, itu bisa dijerat pidana, saya akan gugat pidana dan perdata," kata kuasa hukum penghuni, Yanto Irianto, kepada wartawan, Kamis (6/7/2023).
"Kemudian kenapa perdata? Klien saya ada kerugian, yang seharusnya (harga rumah) di angka misalnya Rp 1 miliar atau Rp 700 juta, sekarang Rp 200 juta juga enggak laku karena untuk jalan saja susah," sambung dia.
Baca juga: Kuasa Hukum Warga Green Village yang Rumahnya Ditembok: Ada Kongkalikong, Kejahatan Terorganisir
Yanto menilai, salah satu pasal yang diduga dilanggar oleh pengembang yakni Pasal 167 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang memasuki pekarangan orang lain tanpa izin.
Menurut Yanto, pemindahan patok oleh pengembang dari tanah milik seseorang bernama Liem Sian Tjie bisa menjadi rujukan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pengembang, yakni PT SMP.
Selain itu, pengembang juga dianggap melanggar Pasal 379a KUHP tentang penipuan terkait jual-beli dan 372 KUHP tentang penguasaan suatu barang atau penggelapan.
"Itu mafia tanah harus ditindak, semuanya nanti akan saya bersihkan semuanya. Kalau memang perlu ditindak, kami akan upaya hukum baik perdata dan pidana," jelas Yanto.
Tak hanya pengembang, salah satu pihak yang ikut didugat oleh warga adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Gugatan dilayangkan karena ada indikasi BPN ikut andil dalam pencaplokan lahan oleh pengembang.
"Di sini ada BPN yang membuatnya, ada PUPR yang melakukan izinnya, ada pihak bank yang memberikan pinjaman," jelas Yanto.