Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ngadenin Curiga Pihak Hotel Sengaja Tutup Akses Agar Bisa Beli Tanahnya Murah

Kompas.com - 14/07/2023, 17:47 WIB
Firda Janati,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Kuasa hukum Ngadenin (63), Zaenal Abidin, menduga ada niatan jahat dari pihak hotel yang membangun tembok hingga menutup total akses ke rumah kliennya.

Zaenal menuturkan, rumah Ngadenin di Pondok Gede, Bekasi, yang sudah terlanjur "terkurung" oleh bangunan hotel itu, sudah tak bisa lagi dipertahankan dan kliennya tidak bisa menikmati kenyamanan rumah.

"Kenapa rumah dan tanah yang Pak Ngadenin beli dengan harga normal, tiba-tiba dengan dibangunnya hotel, tanah itu tidak bernilai, jangankan orang mau beli, kalau dikasih pun enggak bakal mau kalau masuknya lewat got," kata Zaenal saat dihubungi Kompas.com, Jumat (14/7/2023).

Baca juga: Update Kasus Ngadenin yang Akses Rumahnya Tertutup Tembok, Percaya Diri Ingin Gugat Hotel

Zaenal menyebut, uang Ngadenin ratusan juta untuk membeli rumah tersebut menjadi tidak bernilai setelah ada bangunan yang menutup aksesnya.

"Saya patut menduga bahwa di sini ada mens rea dari pihak hotel, ada niatan-niatan jahat, satu diduga ada niatan jahat, dengan asumsi bahwa kalau batas sudah dikurung kan pasti nanti dijual murah," tutur dia.

Zaenal mengatakan, Ngadenin sebenarnya ingin negosiasi yang simpel jika memang pihak hotel berniat membeli tanahnya.

"Pak Ngadenin sebenarnya lebih berpikir simpel ya kalau mau dibeli, dibeli saja, tetapi pembeliannya, jangan memanfaatkan kesempatan," ucapnya.

Baca juga: Ngadenin Akui Patok Harga Lahan Rp 15 Juta per Meter ke Pihak Hotel, Ini Alasannya

Kata Zaenal, ini bukan kali pertama Ngadenin berurusan dengan pihak hotel ihwal lahan. Semula, Ngadenin memiliki rumah di pinggir jalan raya.

"Dulu rumahnya kecil tapi (memiliki) tiga lantai. Tiba-tiba ada bangunan, terus dikurung mau enggak mau, enggak dikasih akses, dijual murah sama yang punya tanah," ujarnya.

Pada akhirnya, Ngadenin membeli rumah yang kini "terkurung" tembok hotel dari hasil jual tanah di kampung.

"Pak Ngadenin beli lagi di belakangnya, dengan itu pun bukan karena Pak Ngadenin banyak duit, ia menjual asetnya di kampung salah satunya tanah untuk membeli rumah yang di belakangnya," tuturnya.

Baca juga: Camat Pondok Gede Bakal Pantau Kisruh Lahan Pihak Hotel dan Ngadenin Sampai Ada Kesepakatan Harga

Untuk kedua kalinya, Ngadenin tidak memiliki akses keluar masuk rumahnya sendiri.

"Ternyata untuk kedua kalinya Pak Ngadenin diperlakukan yang sama, nah di situlah sepertinya keadilan tidak berpihak ke masyarakat lemah," ujarnya.

Adapun dari klarifikasi Devin perwakilan keluarga hotel, pihaknya pernah menawarkan tiga kali harga pembebasan lahan kepada Ngadenin Rp 8 juta per meter.

Devin menyebut, alasan pihaknya menawarkan harga Rp 8 juta itu merujuk kepada NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) per meter.

"Tapi pihak Ngadenin belum sepakat, beliau mintanya Rp 15 juta. Makanya dari pihak hotel untuk menarik tawaran itu akhirnya buntu, tidak terjadi kesepakatan harga," ucap Devin.

"Pak Ngadenin tidak mau dijual harga Rp 8 juta. Tapi maunya ditukar rumah sebesar atau seperti yang ditempati," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Megapolitan
Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Megapolitan
Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Megapolitan
Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Megapolitan
Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Megapolitan
Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Megapolitan
Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Megapolitan
Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Megapolitan
Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal 'Study Tour', Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal "Study Tour", Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Megapolitan
Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Megapolitan
KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

Megapolitan
Mau Bikin 'Pulau Sampah', Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Mau Bikin "Pulau Sampah", Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Megapolitan
Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Megapolitan
Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com