Sebagai salah satu pengguna aktif transportasi publik di Jakarta, akses menuju dan dari transportasi umum masih belum sepenuhnya mempermudah pengguna. Lokasi transit seperti halte dan stasiun masih belum menjangkau masyarakat secara menyeluruh.
Pengguna masih dipaksa untuk bepergian jauh agar dapat mengakses lokasinya. Di sisi lain, fasilitas penunjang seperti kantong parkir maupun transportasi publik feeder juga belum tersedia. Akibatnya, banyak masyarakat yang enggan untuk beralih karena permasalahan akses ini.
Pengembangan sistem transportasi publik membutuhkan pendekatan bottom-up atau people-centered. Masyarakat menjadi sasaran utama dalam setiap kebijakan transportasi publik.
Tendensi masyarakat yang mengutamakan kenyamanan dan kecepatan mengakses transportasi publik perlu dipertimbangkan ketika merancang kebijakan.
Pada praktiknya strategi penunjang transportasi publik seperti penyediaan kantong parkir maupun feeder masih menjadi permasalahan utama yang harus diselesaikan.
Baru-baru ini, Menteri Perhubungan Budi Karya menyebutkan bahwa belum optimalnya kinerja MRT dalam meningkatkan okupansinya juga disebabkan lemahnya pengembangan strategi first mile dan last mile.
Permasalahan ini disebabkan kurangnya perhatian pembuat kebijakan terhadap first mile dan last miles dari pengguna.
Secara sederhana, first mile merujuk pada kemudahan pengguna mengakses lokasi transit transportasi publik. Sedangkan last mile berarti kemudahan pengguna menuju tujuan akhir dari lokasi transit.
Keduanya merupakan bagian utama dalam sistem transportasi publik. Sebagai ekosistem, pemahaman tersebut memungkinkan kita melihat journey pengguna yang mencakup perjalanan menuju dan dari lokasi transit hingga ketika mereka menggunakan moda transportasi publik.
Dalam beberapa riset, preferensi penggunaan transportasi publik dipengaruhi oleh dua hal, yaitu lokasi dan fasilitas dari sistem yang ada.
Dari aspek lokasi, masyarakat cenderung memiliki preferensi untuk menggunakan transportasi publik apabila jarak lokasi transit dengan rumah atau tujuannya berada kurang dari 2 km.
Masyarakat akan memiliki opsi yang lebih banyak ketika menuju dan bepergian dari lokasi transit. Sedangkan aspek fasilitas mencakup kenyamanan pengguna mengganti moda transportasi, hingga menyimpan kendaraannya di lokasi transit.
Transformasi sistem transportasi publik di Jakarta maupun Bodetabek perlu diperkuat dengan skema first mile dan last mile. Pemerintah perlu meningkatkan investasi pada ekosistem transportasi publik yang lebih luas. Setidaknya ada dua solusi yang dapat dilakukan.
Pertama, peningkatan kuantitas dan kualitas dari lokasi transit yang ada di Jabodetabek. Peningkatan ini ditujukan memperbanyak lokasi transit yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat serta terintegrasi dengan fasilitas–fasilitas penunjang lainnya seperti kantong parkir maupun feeder.
Pemerintah perlu menggandeng penyedia jasa angkutan kota dan Koperasi Angkutan Mikrolet untuk masuk ke dalam ekosistem yang ada. Peran mereka bisa dimanfaatkan pada area-area yang belum banyak mendapatkan akses transportasi publik.