DEPOK, KOMPAS.com - Puluhan massa menggeruduk Kapel GBI Bukit Cinere Raya di Jalan Bukit Cinere Raya, Gandul, Kota Depok, pada Sabtu (16/9/2023).
Salah satu Majelis atau pengurus Kapel GBI Bukit Cinere Raya, Arief Syamsul, mengatakan bahwa penggerudukan itu terjadi sekitar pukul 08.00 WIB.
"Saya dapat berita dari warga di sini, ada kumpul-kumpul orang ramai, akhirnya saya hampiri, mereka lagi jalan ke kapel itu," kata Arief kepada Kompas.com di rumahnya di Bumi Pusaka Cinere, Depok, Minggu (17/9/2023).
Baca juga: Pelarangan Ibadah Diduga Terjadi di Depok, Warga Geruduk Kapel
Arief menuturkan, jumlah massa yang menggeruduk kapel yang berada di sebuah ruko itu ada sekitar 50-60 orang.
Mereka berjalan lalu berhenti di depan kapel untuk menggelar aksi penolakan dengan berteriak dan mendorong pagar ruko.
Padahal, kata Arief, saat itu tidak ada kegiatan ibadah yang dilakukan di dalam kapel.
"Di depan kapel itu mereka sempat, pintu (pagar) didorong-dorong, ya enggak kencang memang. Pada saat itu memang enggak ada kegiatan," jelas Arief.
Setelah menggelar aksi kurang lebih 30-45 menit, massa yang datang akhirnya membubarkan diri.
Arief mengatakan, kehadiran massa saat itu memang menolak aktivitas ibadah di kapel yang baru berjalan dua minggu itu.
Padahal, sebelum memutuskan untuk menggunakan ruko sebagai kapel, pihak Kapel GBI Cinere Raya sudah lebih dahulu menuruti persyaratan yang diminta.
Baca juga: Kronologi Kapel di Depok Ditolak lalu Digeruduk Warga
Persyaratan itu, antara lain meminta tanda tangan ke pejabat sekitar untuk menggelar aktivitas keagamaaan yang sebenarnya tidak perlu dipenuhi.
"Sejak dua bulan lalu kami kontrak itu tempat. Renovasi dan mengurus persyaratan ke RT, RW, Lurah, dan Camat, yang sebetulnya itu tidak perlu karena kami ini kapel, bukan gereja," jelas Arief.
"Semua kami penuhi, saya dapat semua (tanda tangan persetujuan). Tapi menurut mereka (lurah, camat dan LPM) selalu merasa kurang," ucap dia melanjutkan.
Kekurangan itu, kata Arief, adalah tanda tangan izin menggelar kegiatan peribadahan dari Wali Kota Depok. Hal itu yang diduga mendasari aksi massa untuk menolak kapel tersebut.
Arief menyatakan, para jemaat di Kapel GBI Bukit Cinere Raya hanya ingin beribadah dengan tentram.
"Kami enggak punya niat apa-apa, mau beribadah saja," kata Arief.
Baca juga: Kapel Digeruduk Warga, Jemaat GBI Bukit Cinere: Kami Hanya Ingin Ibadah
Karena itu, Arief menyayangkan tindakan massa yang menggeruduk dan menolak keberadaan Kapel GBI Bukit Cinere.
Kapolres Metro Depok Kombes Ahmad Fuady menegaskan bahwa penggerudukan yang terjadi di Kapel GBI Bukit Cinere Raya adalah kesalahpahaman.
"Ini hanya miskomunikasi, salah paham. Tidak ada hal-hal yang mengkhawatirkan," jelas Fuady saat dihubungi Kompas.com, Minggu petang.
Kesalahpahaman itu diketahui setelah pihak Polres Metro Depok bersama Pemerintah Kota Depok mendatangi kapel tersebut usai adanya penggerudukan oleh warga.
Fuady mengatakan, dari hasil pertemuan tersebut, jemaat bisa kembali beribadah, dengan catatan peribadatan dilakukan secara daring atau online untuk sementara.
Kegiatan beribadah akan bisa dilangsungkan secara tatap muka apabila pihak kapel sudah melengkapi berkas administratif yang diperlukan.
Baca juga: Massa Geruduk Kapel di Depok, Polisi: Miskomunikasi, Salah Paham
"Intinya kami membicarakan apa yang terjadi dan juga bagaimana pelaksanaan ibadah dan juga prosedurnya, tapi intinya saya menyampaikan bahwa kami dari Pemkot Depok memberikan jaminan kepada pihak Kapel dalam pelaksanaan ibadah," jelas Fuady.
Sementara itu, Arief turut mengonfirmasi soal pertemuan antara pihak gereja dan Pemkot Depok.
"Pertemuan dengan Gereja, Dandim, Kapolsek, Kapolres, dan RT. Hasilnya, Kapolsek dan Dandim berkomitmen pokoknya ibadah jalan terus. Kami akan difasilitasi bahwa tidak ada yang menghalangi untuk beribadah," jelas Arief.
"Sambil melaksanakan kegiatan ibadah, pak Gembala (pemimpin GBI Bukit Cinere), diminta untuk menyelesaikan administratif," sambungnya.
Penggerudukan yang terjadi di Kapel GBI Bukit Cinere Raya seolah membuktikan survei atau riset yang dikeluarkan oleh Setara Institute memang benar.
Dalam laporan Indeks Kota Toleransi (IKT) yang dirilis Setara Institute pada tahun 2020-2022, Kota Depok masuk ke dalam kategori kota intoleran.
Baca juga: Depok Jadi Kota Paling Intoleran Versi Setara, Wali Kota: Suasana di Sini Damai
Namun, Wali Kota Depok Mohammad Idris menyanggah soal predikat kota intoleran di wilayah yang dipimpinnya.
Idris berpandangan hasil riset Setara Institute tidak sesuai dengan realita yang ada di Kota Depok, yang diklaimnya dalam kondisi damai.
"Saya rasa silakan, menjadi hak mereka untuk melakukan survei apa pun. Tetapi, (sejauh ini) dalam suasana damai di Kota Depok yang saya rasakan dan warga," kata Idris, Selasa (12/4/2023).
Sebagai informasi, Setara Institute merilis daftar kota paling toleran se-Indonesia dalam laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022 pada Kamis (6/4/2023).
Setara Institute merupakan lembaga swadaya masyarakat berbasis di Indonesia yang melakukan penelitian dan advokasi tentang demokrasi, kebebasan politik, dan hak asasi manusia.
Dalam laporannya, Setara Institute melibatkan 94 kota dari total 98 kota di seluruh Indonesia.
Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan empat variabel, seperti regulasi pemerintah kota, regulasi sosial, tindak pemerintah, dan demografi sosio keagamaan.
Dari aspek tersebut, dihasilkan pengukuran praktik-praktik toleransi terbaik di kota-kota di Indonesia.
Adapun Kota Depok ditetapkan sebagai kota paling tidak toleran terbuncit setelah Cilegon, Banten, dengan skor 3.610.
(Penulis: Joy Andre | Ihsanuddin, Irfan Maullana)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.