JAKARTA, KOMPAS.com - Siti Robiah sudah puluhan tahun menghuni rumah panggung yang berdiri di Kampung Apung, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat.
Wanita asal Tangerang, Banten berusia 60 tahun itu langsung duduk di peraduannya ketika menceritakan sepenggal kisah hidupnya di Ibu Kota.
Siti hidup bersama suami, anak, dan cucunya di rumah seluas sekitar tiga meter. Hunian yang ditempatinya terbuat dari kayu yang ditempeli tripleks seadanya sebagai dinding. Di dalamnya, terdapat lemari es, kasur tingkat, kipas angin, hingga lemari pakaian.
"Saya di sini sudah lama, dulu tinggal di kampung di Balaraja, Tangerang. Terus pindah ke sini, sudah puluhan tahunlah," kata Siti mengawali kisahnya saat berbincang dengan Kompas.com di kediamannya, Senin (30/10/2023).
Baca juga: Cerita Hasanudin Bawa Kehangatan lewat Sepiring Lontong Sayur
Ketika masih muda, Siti dan suami bekerja serabutan untuk menghidupi tiga anak mereka. Namun, seiring bertambahnya usia, kini hanya suaminya yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
"Pendapatan ya alhamdulillah, suami saya kerja bikin mesin. Untuk (kebutuhan) makan orang banyak, yang cari satu orang. Tetapi Allah Maha Kuasa, dikasih sehat," ujar dia.
Sesekali Siti menatap ke arah luar pintu rumahnya. Ia tampak menahan air mata, ketika menceritakan getirnya kehidupan di Jakarta.
Dahulu, anak-anak Siti hanya mampu makan nasi dan garam lengkap dengan air teh.
Baca juga: Kisah Ivan Rivani, Penyandang Disabilitas yang Buka Les Gitar Keliling di Pulogadung
"Saking enggak punyanya saya di sini, lagi bapaknya belum kerja di bengkel. Enggak dikasih jajan, anak saya diam saja itu yang perempuan sama yang laki-laki," tutur Siti.
Nenek dari enam cucu ini mengaku belum pernah mendapatkan bantuan pemerintah. Kendati begitu, suaminya sempat menerima uang senilai Rp 600.000 beberapa waktu lalu. Sementara anaknya mendapatkan bantuan sembako.
"Saya enggak dapat bantuan, anak saya yang dapat. Saya di sini enggak pernah dapat apa-apa, baru suami saya kemarin itu," imbuh dia.
Padahal, Siti sekeluarga memiliki KTP DKI Jakarta.
Meski terendam air, rumah-rumah di sana tetap berdiri ditopang kayu yang telah lapuk. Beberapa bangunan di antaranya bahkan dibangun permanen.
Kata Siti, dia harus membayar uang sewa Rp 300.000 per bulan untuk menempati rumah di sana.
Baca juga: Cerita Warga Terdampak Kebakaran TPA Rawa Kucing, Terpaksa Berdagang meski Rumah Diselimuti Asap
"Mengontrak Rp 500.000, soalnya suami saya kerjanya dekat di bengkel yang seberang," ungkap Siti.
"Cucu saya juga betah di sini. Mau pindah-pindah juga sayanya enggak mau. Cucu sekolahnya di sini juga," tambah dia.
Setidaknya terdapat puluhan rumah yang dibangun di Kampung Apung. Para warga beraktivitas seperti biasa, walaupun rumahnya berada di atas air.
Pantauan di lokasi, air yang merendam Kampung Apung kini surut. Ketinggiannya hanya beberapa sentimeter saja.
Sementara di sisi rumah warga, terlihat tanaman eceng gondok dan sampah yang mengapung di atas sisa-sisa air yang merendam permukiman ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.