JAKARTA, KOMPAS.com - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menetapkan upah minimum provinsi (UMP) DKI untuk 2024 sebesar Rp 5.067.381.
Nilainya naik Rp 165.583 dibandingkan UMP tahun sebelumnya, Rp 4.901.798.
Penetapan itu tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 818 Tahun 2023 tentang Upah Minimum Provinsi 2024.
Baca juga: UMP DKI Naik, Sopir Taksi “Online” Minta Aplikator Naikkan Tarif Dasar
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengacu pada aturan penghitungan upah minimum yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023.
Dalam beleid itu, diatur bahwa penghitungan UMP harus menggunakan formulasi nilai alfa 0,1 sampai 0,3. Pemprov DKI menggunakan nilai alfa tertinggi.
"Pemda DKI tidak bisa melewati peraturan pemerintah yang sudah ditetapkan, yaitu alfanya maksimum 0,3," kata Heru Budi.
Mengenai hal tersebut, Kompas.com meminta pendapat tiga pekerja yang gajinya tidak jauh dari UMP sebelumnya. Bahkan, ada yang lebih kecil.
Baca juga: Keluh dan Syukur Warga atas Kenaikan UMP DKI Jakarta 2024...
Karyawan swasta di Jakarta Barat, Egi Randis (27), merupakan kepala keluarga dari istri yang tengah mengandung anak dengan usia kehamilan delapan bulan.
Egi dan pendamping hidupnya tinggal di sebuah rumah kontrakan di Kemayoran, Jakarta Pusat, dengan biaya sewa Rp 16 juta.
Ia merasa bersyukur UMP DKI Jakarta untuk 2024 mengalami kenaikan, meski hanya Rp 165.583.
Meski begitu, Egi menilai, penambahan UMP 2024 ini tidak sebanding dengan kondisi harga pangan yang tengah melonjak.
“Naik cuma Rp 100.000-an tapi harga pangan naik juga, sama saja bohong. Kalau UMP naik segitu, terus cabai dan beras ikut naik, bagaimana? Makin mencekik saja hidup di Ibu Kota,” kata Egi.
Baca juga: UMP DKI Naik ke Rp 5,06 Juta, PJLP: Kalau Bahan Pokok Naik, Sama Saja Bohong
Menurut Egi, pemerintah seharusnya mempertimbangkan banyak hal dalam menetapkan UMP, termasuk harga sewa rumah, biaya transportasi, dan lainnya.
Sebagai karyawan yang gajinya hanya sedikit di atas UMP 2023, Egi mengaku tak bisa membeli rumah dengan tenor lebih pendek, meski saat ini ia memiliki pekerjaan sampingan.
Gaji utama dan penghasilan tambahan itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
“Bisa saja (beli rumah), tapi bayarnya pas malam Lailatul Qodar, biar 1.000 bulan. Intinya, enggak bisa beli rumah di Jakarta kalau UMP Rp 5 juta,” tutur Egi, berkelakar.
Kami juga mewawancarai seorang buruh bernama Anggra (27).
Ia masih lajang, anak pertama dari dua bersaudara. Ia tinggal di sebuah rumah kontrakan bersama kedua orangtua serta adiknya.
Sebagai anak sulung yang ingin meringankan beban pengeluaran orangtua, Anggra terkadang memberikan uang kepada adiknya untuk biaya transportasi umum atau ojek online (ojol).
Baca juga: Keluhkan Kenaikan UMP DKI, PJLP: 2023 Naik Rp 200.000-an, Masak 2024 Cuma Rp 100.000-an
Terlebih, Anggra harus membiayai adiknya yang sebentar lagi bakal melanjutkan ke jenjang pendidikan di perguruan tinggi.
Ia mengatakan, setiap orang yang bekerja di DKI Jakarta akan setuju jika ada kenaikan gaji. Namun, yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat adalah perkara nominalnya.
“Saya pribadi setuju banget karena sudah lama enggak ada angin segar begini,” ujar Anggra.
Namun, Anggra mengaku, gaji senilai Rp 4,7 juta yang dia terima dari perusahaan setiap bulan ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Enggak cukup (untuk kebutuhan sehari-hari). Apalagi, kebutuhan sekarang harganya mahal. Padahal, semua pekerjaan kita di era sekarang, rata-rata enggak lepas dari internet,” kata Anggra.
Baca juga: Apindo Tak Akan Gugat Pemprov soal Kenaikan UMP DKI 2024
Oleh karena itu, Anggra harus mencari pekerjaan sampingan agar semua kebutuhan dan berlangsungnya kehidupan terpenuhi dengan baik.
“Untuk saya yang masih berusia 27 tahun, memang jalan satu-satunya cari sampingan,” ujar Anggra yang sudah menjadi karyawan tetap dan bekerja selama lima tahun bekerja di perusahaannya.
“Mau berharap dan mengemis sama siapa lagi kalau bukan dari kitanya sendiri yang harus berusaha? Kerja sudah capek banget soalnya, kebutuhan hidup banyak,” lanjut dia.
Menurut dia, jika hanya mengandalkan satu pekerjaan, sulit bertahan hidup di Ibu Kota.
Baca juga: Pemprov DKI Tak Bakal Ubah Angka Kenaikan UMP 2024 meski Ditolak Buruh
Sementara itu, seorang petugas penyedia jasa lainnya perorangan (PJLP), Salim (bukan nama sebenarnya), merasa bersyukur dengan adanya kenaikan UMP untuk 2024.
“Ya kalau saya pribadi mah alhamdulillah, Mas. Itu mah tergantung orangnya ya, cukup atau tidak cukup. Sejauh ini, saya cukup saja. Saya mah enggak muluk-muluk hidupnya,” ujar Salim.
Namun, karena gajinya setara UMP, Salim mengaku memiliki pekerjaan sampingan untuk membeli keperluan rumah tangga di luar kebutuhan pokok.
“Ya alhamdulillah punya juga. Tapi ya enggak seberapa sih, iseng saja saya,” kata Salim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.