JAKARTA, KOMPAS.com - Belum genap sepekan Hari Guru Nasional dirayakan hampir di penjuru tanah air. Namun kita sudah dihadapkan pada sebuah paradoks.
Nasib dua orang guru yang berstatus honorer di Jakarta mengundang lara. Guru agama itu disebut tak menerima upah yang layak di sekolah negeri.
Hal itu dibeberkan anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Johnny Simanjuntak pada Senin (27/11/2023).
Pemberian upah yang tak layak sejatinya sama dengan tidak menghargai harkat martabat seorang guru. Padahal, seorang guru punya posisi krusial dalam mendidik anak.
Baca juga: Guru SDN Malaka Jaya 10 Digaji Rp 300.000, Walkot Jaktim: Nanti Saya yang Ngomong Salah...
Kisah guru yang menerima upah tak layak terjadi pada seseorang pengajar honorer berinisial DB. Guru tersebut sudah lama tak menerima gaji dari sekolah.
DB mengajar di salah satu SMP Negeri yang berlokasi di Kecamatan Jagakarsa, Jaksel. Ia mengajar selama 20 jam dalam satu bulan.
Jhonny mengatakan, selama dua tahun mengajar guru tersebut menerima gaji dari saweran para wali murid sekolah.
"Orangtua murid yang bayar (guru). Mereka saweran," kata Jhonny, Senin.
Nasib serupa juga dialami guru agama honorer berinisial AN. Ia hanya menerima gaji sebesar Rp 300.000 per bulan dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) Malaka Jaya 10 , Jakarta Timur.
Yang jadi persoalan, guru itu diduga menandatangani kuitansi dengan honor Rp 9.283.708. Artinya, uang yang diterima AN jauh di bawah dari yang ia tanda tangani.
Johnny pun menyayangkan gaji yang diterima guru SDN tak sesuai nominal yang tertulis di kuitansi, bahkan jauh di bawah upah minimum provinsi (UMP).
"Masak guru yang punya posisi penting dan strategis, honor mereka hanya Rp 300.000. Kalau misal dapat Rp 2 juta atau Rp 3 juta itu, karena kebaikan dari kepala sekolah," ucap Johnny.
Nasib dua orang guru yang terkatung-katung itu bukan tanpa sebab. Kejadian ini menunjukkan pada masyarakat luas soal buruknya tata kelola untuk guru kontrak.
Baca juga: Minta Status Guru Honorer Murni di Jakarta Dihapus, P2G: Upahnya Tak Manusiawi
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan persoalan ini justru jadi momentum tepat untuk membenahi sistem dan tata kelola guru honorer atau guru non aparatur sipil negara (ASN).
"Karena memang tata kelola guru honorer ini memang masih buruk di semua daerah di Indonesia, termasuk di Jakarta," kata Satriwan kepada Kompas.com, Selasa (28/11/2023).