"Namun, terdakwa satu juga melakukan penganiayaan ke wajah korban dengan tangan kosong, yang lebih dulu tidak ada perencanaan," tutur Budiyanto.
Praka Riswandi Manik melalui penasihat hukumnya juga menolak didakwa menculik korban, sebagaimana diatur dalam Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Setelah menolak hukuman mati, Praka Riswandi meminta keringanan hukuman.
Budiyanto menilai hukuman mati melanggar hak asasi manusia (HAM).
Baca juga: Oknum Paspampres Pembunuh Imam Masykur Minta Hukuman Ringan, Sebut Pidana Mati Langgar HAM
"Tuntutan pidana pokok pidana mati melanggar HAM, karena para terdakwa mempunyai hak hidup," kata Budiyanto.
Budiyanto menilai, tuntutan pidana mati yang dibacakan oditur militer tidak adil.
Selain dianggap tidak melakukan pembunuhan berencana, Riswandi juga bukanlah orang yang paling berperan atas meninggalnya Imam.
"Terdakwa satu (Riswandi) ikut karena ajakan dan bujukan terdakwa dua (Heri), terdakwa tiga (Jasmowir), dan saksi sembilan (Zulhadi Satria Saputra), untuk mencari toko obat yang menjual obat-obatan terlarang yang dapat merusak generasi bangsa," papar Budiyanto.
Dengan demikian, menurut Budiyanto, tuntutan pidana mati terhadap Praka Riswandi Manik melanggar HAM berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Pasal itu berbunyi:
"Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun".
Kemudian, Pasal 9 UU HAM menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, serta meningkatkan hidup dan taraf hidupnya.
"Terdakwa satu (Riswandi) masih punya karier, masa depan dalam dinasnya, dan membina rumah tangganya yang layak, sehingga mohon keringanan hukum yang seringan-ringannya dan tetap mempertahankan kedinasan militer," ucap Budiyanto.
Budiyanto menyampaikan, Praka Riswandi menolak pemecatan terhadap dirinya dari dinas militer TNI AD.
Pemecatan dinilai tidak akan membuat peristiwa yang telah terjadi kembali seperti semula.