Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ayah di Jagakarsa Dinilai Tak Rasional Lagi, Diduga Bunuh Anak untuk Kurangi Beban Hidup

Kompas.com - 07/12/2023, 12:55 WIB
Baharudin Al Farisi,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - P, ayah di Jagakarsa, diduga membunuh empat anaknya yaitu VA (6), S (4), A (3), dan AS (1), untuk mengurangi beban hidup.

Pikiran P itu dianggap tak rasional karena keadaan ekonomi keluarga yang memburuk, sehingga memutuskan menghabisi nyawa anaknya di kontrakan mereka. 

“Bisa jadi, bukan hanya mengurangi biaya ekonomi, tapi juga mengurangi beban hidupnya. Kan ekonomi merupakan bagian dari beban hidupnya. Beban hidupnya kan stres, beban masa depan,” kata sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/12/2023).

Baca juga: Sosiolog Duga Ayah Bunuh 4 Anak di Jagakarsa karena Depresi Dicibir Warga dan Masalah Ekonomi

Rakhmat menduga tindakan ekstrem itu dilakukan P dalam keadaan tidak sadar. Sebab, mengakhiri nyawa anak demi menghilangkan beban hidup merupakan pemikiran yang cetek. 

Jika berpikir panjang, P seharusnya menyadari dampak dari perbuatannya itu yang justru tidak mengurangi beban hidupnya. 

Justru, pembunuhan tersebut berimplikasi panjang sehingga P harus berhadapan dengan hukum dan masyarakat.

“Nah, karena apa? Dia enggak punya jalan pilihan lain, dia tidak punya solusi yang benar. Karena, ketika pelaku melakukan tindakan itu, dia kan sudah enggak punya rasional, dia sudah di bawah alam sadar, jalan pintas, pokoknya hidup atau mati, ya membunuh, selesai,” ucap Rakhmat.

Baca juga: Ibu dari Empat Bocah yang Tewas di Jagakarsa Sempat Muntah Darah karena Dianiaya Suami

Adapun Rakhmat menjelaskan, faktor psikologis dan sosial memengaruhi P sehingga diduga membunuh anaknya. Dua faktor tersebut saling beririsan dan berhubungan satu sama lain.

Faktor psikologis merujuk pada tekanan atau stres tingkat tinggi yang dialami P disebabkan oleh keadaan ekonomi, pekerjaan, serta hubungannya dengan istri berinisial D.

“Menurut saya, ini memberikan pengaruh dari segi psikologis bahwa dia punya masalah, stres, depresi, punya anak empat, istrinya masuk rumah sakit dan sebelumnya punya laporan polisi (kasus) KDRT. Artinya, ada rangkaian sebelum (peristiwa),” ungkap Rakhmat.

Secara sosiologis, Rakhmat melihat ada tekanan dari lingkungan sekitar atau tetangga yang menyebabkan P diduga membunuh anaknya.

Menurut Rakhmat, masyarakat lingkungan sekitar atau tetangga sudah mendengar bahwa P mempunyai reputasi buruk.

Baca juga: Ayah Pembunuh 4 Bocah di Jagakarsa Tak Ditangkap Usai Dilaporkan Aniaya Istri, Polisi Kesulitan?

Hal ini menyebabkan pelaku mengalami tekanan dari eksternal keluarga dan posisinya semakin terimpit.

“Bisa dalam bentuk cemooh, cibiran, diomongin sama tetangga, sama lingkungannya, digosipkan, dirumorkan. Nah, itu tekanan eksternal yang secara tidak langsung berpengaruh kepada sikap pelaku tersebut,” ujar Rakhmat.

Rakhmat berujar, pada akhirnya tekanan-tekanan tersebut terakumulasi lalu menimbulkan pikiran tidak rasional sehingga terlampiaskan kepada anaknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com