JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta memprioritaskan tiga pengawasan terkait dugaan pelanggaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Benny Sabdo memaparkan, tiga prioritas pengawasan Bawaslu yang pertama yakni soal politik uang.
"Kami tidak akan menoleransi ketika ada (dugaan pelanggaran) politik uang. Itu akan kami tindak tegas. Kemudian, kedua soal orang mencoblos dua kali," ujar Benny dalam rapat Bawaslu soal pengelolaan data penanganan pelanggaran saat masa kampanye di Jakarta Selatan, Sabtu (30/12/2023).
Baca juga: Bawaslu: Bagi Sembako Saat Kampanye Kategori Politik Uang, Bisa Dipidana
Menurut Benny, pengawasan yang kedua, yakni soal warga bisa memilih dua kali, pernah terjadi pada Pilkada 2017.
Saat itu, salah satu warga Lampung diketahui dua kali mencoblos di tempat pemilihan suara (TPS) Koja, Jakarta Utara.
"Nah ini yang akan menjadikan fokus Bawaslu dalam pengawasan kami," ucap Benny.
"Lalu ketiga yakni penggelembungan suara atau rekapitulasi suara, ini menentukan baik caleg atau capres," imbuh dia.
Dengan begitu, Benny menegaskan, pihaknya akan melakukan pengawasan di setiap TPS di Jakarta sejak pencoblosan berlangsung hingga selesai.
Baca juga: Bawaslu DKI Bakal Telusuri Pelanggaran Kampanye pada Tayangan Videotron di Pospol Semanggi
"Sama sekaligus nanti rekapitulasi di tingkat kecamatan, kota dan provinsi. Ini akan menjadi fokus dan prioritas dalam tahapan kampanye, pemungutan suara dan penghitungan suara," ucap Benny.
Adapun terkait dugaan pelanggaran politik uang, Benny menyebut kasus itu juga pernah terjadi di tiga wilayah DKI Jakarta pada Pemilu 2019 lalu.
"Pertama di Jakarta Utara, waktu itu ada yang bagi minyak goreng. Ini sudah diproses dan itu sudah inkrah. Di Jakarta Barat ada pembagian sejadah di sekolah itu sudah diproses sampai pengadilan, sudah diputuskan bersalah lalu," kata Benny.
"Kemudian di Jakpus dan Jaksel, membagikan voucer umrah. Itu kalau di Jakarta Pusat dan Selatan itu dikenakan hukuman badan atau penjara," ucap Benny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.