JAKARTA, KOMPAS.com - Pemprov DKI akan menonaktifkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga DKI Jakarta yang tidak lagi berdomisili di ibu kota.
Salah satu yang terdampak kebijakan itu adalah Sita Sari (29).
Ia kini tinggal di Desa Ragajaya, Bojonggede, Kabupaten Bogor, tetapi alamat di Kartu Tanda Penduduk (KTP) masih di Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Terkait kebijakan ini, Sita menyinggung soal pemerataan akses kesehatan dan pendidikan di Indonesia.
“Dengan adanya pemadanan ini, pemerintah harusnya menyamaratakan gitu, kayak akses pendidikan dan kesehatan. Jangan sampai yang jomplang banget,” kata Sita saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/4/2024).
Baca juga: Warga Numpang KTP DKI: Pelayanan di Jakarta Itu Enak Banget, Administrasinya Enggak Ribet...
Ia menceritakan mengenai anak dari tetangganya yang mengenyam pendidikan di salah satu Sekolah Dasar (SD) negeri di wilayah Bojonggede.
Tetangganya juga warga yang ber-KTP Jakarta, tetapi beda domisili.
“Katanya, kayak ada saja tuh macam pungli, suruh bayar apa dan inilah. Kalau waktu di Jakarta, ya sebelumnya, dia benar-benar gratis. Malah, dapat Kartu Jakarta Pintar (KJP). Sejak pindah ke sini (Bojonghede), ya ada saja bayaran apa, pungli intinya,” ungkap Sita.
Dalam kesempatan lain, dia sempat mengantar tetangganya ke salah satu rumah sakit di Bojonggede.
“Kayak ribet banget gitu. ibu hamil, sakit. Ya sudah, saya coba antar ke rumah sakit, ribet banget. Kan sakit, karena ibu hamil, ya sudah, ke IGD saja. Itu kan masuknya kondisi darurat,” ujar Sita.
“Karena BPJS-nya bukan BPJS sini (Bojonggede) jadi dia enggak diterima gitu lho, harus tetap bayar. Padahal kan, kalau kondisi darurat, harusnya bisa di mana saja. Kalau ini, enggak bisa,” kata Sita.
Baca juga: Dinas Dukcapil Eliminasi Lebih dari 200.000 NIK Warga Luar Jakarta yang Ber-KTP DKI
Oleh karena itu, tetangga Sita tidak jadi berobat dan memilih ke Jakarta untuk mendapatkan fasilitas gratis.
Dengan dua pengalamannya tersebut, Sita menyayangkan soal penonaktifan NIK Jakarta dengan kondisi akses kesehatan dan pendidikan tidak merata.
“Kalau pun harus melakukan pemadanan KTP ini sesuai domisili, ya harus sama ratakan semuanya. Entah akses pendidikan, kesehatan, sosial, dan segala macam. Jangan jomplang banget,” ucap Sita.
“Apalagi ini Bojong Gede, masih tetangga sama Jakarta, enggak yang jauh banget gitu. Ini masih tetangga saja, masih jomplang banget. Bagaimana dengan daerah lain? Makanya wajar orang-orang pilih tetap KTP Jakarta meski sekarang tinggal di pinggiran kayak saya,” lanjut dia.