JAKARTA, KOMPAS.com - Petugas keamanan bernama Agus Yadi (51) termasuk salah satu warga RW 12, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, yang kurang mampu dalam segi ekonomi.
Pekerjaannya sebagai petugas keamanan di lingkungan RW 12 dia jadikan sebagai mata pencaharian utama dalam tiga tahun terakhir.
Agus mempunyai dua anak yang salah satunya sudah menikah. Si bungsu saat ini duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Lampung. Dia tinggal bersama kakaknya yang sudah berumah tangga.
Dari pekerjaannya ini, pria berkulit sawo matang itu mempunyai pendapatan per bulan sebanyak Rp 500.000 per bulan.
“(Pekerjaan sampingan) paling kalau ada yang suruh jadi kuli bangunan. Itu selama satu hari atau dua hari, dapat Rp 200.000,” ungkap Agus saat berbincang dengan Kompas.com di depan rumahnya, Kamis (25/4/2024).
Kalau sedang untung, Agus bisa mendapatkan satu juta. Tetapi, momen itu sangat jarang.
“(Rp 500.000 saya gunakan) untuk transfer anak di Lampung. Kalau lagi dapat Rp 1 juta, saya kirim Rp 500.000, kalau dapat dari keamanan doang, saya kirim Rp 300.000 atau Rp 400.000, saya pegang Rp 100.000,” ungkap Agus.
Merujuk Badan Pusat Statistik (BPS), seseorang yang memiliki standar pendapatan sebesar 351.957,4 per bulan masuk ke dalam kategori miskin ekstrem. Per Maret 2023 sendiri, tercatat 1,12 persen penduduk Indonesia masuk ke dalam kategori miskin ekstrem.
Agus melanjutkan, uang seadanya itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Tetapi, terkadang belum satu bulan juga sudah habis.
Untuk bertahan hidup, Agus mengandalkan uang dari pemberian orang lain atau memanfaatkan peluang yang ada di depan mata.
“Ya dari orang-orang saja, ada yang suruh ini, kadang dari Pak RW. Barang Rp 10.000, Rp 20.000, atau Rp 30.000 kan lumayan. Alhamdulillah,” tutur Agus.
Sebelum menjadi petugas keamanan, Agus bekerja sebagai penjual barang rongsokan.
“Berhubung istri saya sudah meninggal, saya sudah enggak dagang lagi. Istri saya kan sudah meninggal, jadi tinggal anak, di sana, di Lampung,” kata Agus.
Meski pendapatan seadanya, Agus mengaku tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, baik Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Sudah beberapa kali dia mengajukan sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM), tiga kali ke Kantor Kelurahan Tanah Tinggi dan satu kali ke Kantor Wali Kota.
“Saya tunggu, sudah berbulan-bulan, bertahun-tahun, enggak pernah keluar. Kok yang lain bisa dapat?” kata Agus.
Dia merasa heran dan bertanya-tanya mengapa namanya tidak pernah keluar. Agus pun membandingkan dengan tetangganya yang selalu mendapatkan bantuan jenis PKH dan BPNT.
Baca juga: Potret Kemiskinan di Dekat Istana, Warga Tanah Tinggi Tidur Bergantian karena Sempitnya Hunian
“Bingungnya, yang rumahnya bagus, yang punya motor, malah dapat. Sakit hati lah saya. Saya enggak senangnya gitu, enggak tepat sasaran,” keluh dia.
Saat ditanya apakah dia mau mengurus administrasi lagi, Agus mengaku enggan. Dia sudah lelah dengan semua ini.
“Urus kayak gitu kan butuh materai yang enggak cukup satu. Uangnya lumayan, saya saja satu bulan pegang Rp 100.000. Lama-lama habis uang saya,” ujar Agus.
Selain PKH dan BPNT, Agus juga mengaku tidak pernah mendapatkan BPJS Kesehatan atau KIS dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk anaknya saat masih bersekolah di Jakarta.
“Saya, BPJS bikin sendiri. Ini saja, saya bikin saja belum keluar-keluar,” kata Agus.
“Dulu, anak saya sekolah di sini. Dari kelas satu sampai enam SD, belum pernah terima bantuan. Saya bikin KJP sudah lima kali. Dulu kan bikin KJP keluar duit, (kayak beli) piringan CD gitu, disuruh beli materai, enggak keluar juga,” ungkap Agus lagi.
Agus bertempat tinggal di RT 06 bersama kedua adiknya yang kini sudah berumah tangga. Dalam satu rumah, setidaknya ada tiga KK.
Karena rumahnya sempit, Agus memutuskan untuk tidur di balai warga RW 12 yang tidak jauh dari rumah.
“Saya kasihan sama adik saya kalau saya tidur di sini (rumah). Sempit, enggak enak, menganggu dia. Soalnya dia kan sudah berumah tangga. Saya sebagai abang yang paling tua, mengalah saja,” ujar Agus.
Agus pun pulang hanya untuk berganti pakaian atau sekadar ada keperluan yang lain.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Ketua RT masing-masing, sebanyak 243 KK di RW 12 yang tercatat sebagai penerima bantuan.
Kendati demikian, di luar data tersebut, masih banyak warga RW 12 yang seharusnya berhak menerima bantuan, tetapi tidak mendapatkannya.
Baca juga: Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.