Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Tapera, Pekerja Singgung Kasus Korupsi Asabri dan Jiwasraya

Kompas.com - 03/06/2024, 10:53 WIB
Dinda Aulia Ramadhanty,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Sejumlah pekerja menyatakan keberatan terhadap wacana program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), salah satunya Dimas (30). Dimas yang bekerja sebagai karyawan swasta salah satu perusahaan di Jakarta itu khawatir, dana Tapera bakal disalahgunakan.

Ia pun menyinggung kasus korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) (Persero) dan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Gimana masyarakat mau percaya kalau pemberitaan Jiwasraya dan Asabri saja lagi ramai karena korupsi. Mereka kan punya skema kurang lebih sama kayak Tapera," kata Dimas kepada Kompas.com, Senin (3/6/2024).

Menurut Dimas, pemerintah terkesan terburu-buru dan memaksa warganya untuk mengikuti program Tapera. Padahal, menurut dia, tidak ada keuntungan pasti yang bisa diperoleh pekerja dari program yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo tersebut.

"Saya tidak setuju karena saya tidak melihat adanya keuntungan yang bisa diperoleh dari informasi yang saya serap dari sosialisasi Tapera sejauh ini," ungkap Dimas.

Baca juga: Tolak Tapera, Warga: Kesannya kayak Dipaksa Punya Rumah, padahal Masih Banyak Kebutuhan Lain

Dimas mengaku, pendapatannya per bulan berada di kisaran Rp 22,7 juta. Jika dipotong untuk iuran tapera Rp 2,5 persen, gajinya bakal berkurang sekitar 568.000 per bulan.

Menurut Dimas, jumlah itu cukup signifikan lantaran gajinya masih harus dipotong untuk iuran lain, seperti, Jaminan Hari Tua (JHT), BPJS Ketenagakerjaan, dan BPJS Kesehatan.

"Iuran sebesar itu tentu sangat keberatan, karena belum jelas fungsinya. Niat pemerintah (mungkin) sudah bagus tapi sosialisasinya, mekanisme penarikan iurannya, masih terlalu samar," ujar Dimas.

Dimas pun menilai, pemerintah terlalu jauh dalam mengurusi kepemilikan rumah warganya. Alih-alih memaksa warga iuran, kata dia, seharusnya pemerintah menyediakan rumah dengan harga terjangkau.

"Negara kenapa ikut-ikutan investasi beginian? Bentuk pengadaan rumah juga cukup. Contohnya ya pemerintah menyediakan rumah-rumah BTN atau bentuk serupa yang harganya bisa dijangkau oleh masyarakat," lanjut Dimas.

Hal senada juga disampaikan pegawai swasta lain bernama Intan (24). Karyawan swasta perusahaan di Jakarta Pusat itu menilai, Tapera tak mendesak.

"Urgensinya nggak jelas, karena tidak semua orang mau punya rumah yang dananya diatur oleh pemerintah," terang Intan.

Menurut Intan, iuran Tapera bakal membuat pendapatannya berkurang. Padahal, banyak hal penting lain yang harus dibayarkan.

Intan juga khawatir, program Tapera justru menyebabkan persoalan lain, seperti penyelewengan dana oleh pengelola.

"Misal dari segi administratif bisa saja birokrasinya lamban atau pengelolaan dana Tapera nantinya malah dialokasikan untuk urusan pribadi para pejabat," jelas Intan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Polda Metro Sebut Judi 'Online' Kejahatan Luar Biasa, Pemberantasannya Harus Luar Biasa

Polda Metro Sebut Judi "Online" Kejahatan Luar Biasa, Pemberantasannya Harus Luar Biasa

Megapolitan
Polisi Deteksi 3 Pelaku Lain di Balik Akun Facebook Icha Shakila, Dalang Kasus Ibu Cabuli Anak

Polisi Deteksi 3 Pelaku Lain di Balik Akun Facebook Icha Shakila, Dalang Kasus Ibu Cabuli Anak

Megapolitan
Rombongan 3 Mobil Tak Bayar Usai Makan di Depok, Pemilik Restoran Rugi Rp 829.000

Rombongan 3 Mobil Tak Bayar Usai Makan di Depok, Pemilik Restoran Rugi Rp 829.000

Megapolitan
Kapolri Rombak Perwira di Polda Metro, Salah Satunya Posisi Wakapolda

Kapolri Rombak Perwira di Polda Metro, Salah Satunya Posisi Wakapolda

Megapolitan
Modus Preman Palak Bus Wisata di Gambir: Mengadang di Pintu Stasiun, Janjikan Lahan Parkir

Modus Preman Palak Bus Wisata di Gambir: Mengadang di Pintu Stasiun, Janjikan Lahan Parkir

Megapolitan
Kapolda Metro: Judi 'Online' Cuma Untungkan Bandar, Pemain Dibuat Rugi

Kapolda Metro: Judi "Online" Cuma Untungkan Bandar, Pemain Dibuat Rugi

Megapolitan
Bocah Tewas Terjatuh dari Lantai 8 Rusunawa Cakung, Polisi: Jendela untuk Bersandar Tidak Kokoh

Bocah Tewas Terjatuh dari Lantai 8 Rusunawa Cakung, Polisi: Jendela untuk Bersandar Tidak Kokoh

Megapolitan
Sejak 2023, 7 Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosi Situs Judi 'Online'

Sejak 2023, 7 Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosi Situs Judi "Online"

Megapolitan
Momen Haru Risma Peluk Pelajar di Tanimbar yang Bipolar dan Dibesarkan Orangtua Tunggal

Momen Haru Risma Peluk Pelajar di Tanimbar yang Bipolar dan Dibesarkan Orangtua Tunggal

Megapolitan
Kapolda Metro Perintahkan Kapolres-Kapolsek Razia Ponsel Anggota untuk Cegah Judi “Online”

Kapolda Metro Perintahkan Kapolres-Kapolsek Razia Ponsel Anggota untuk Cegah Judi “Online”

Megapolitan
Bocah yang Jatuh dari Lantai 8 Rusunawa di Cakung Ternyata Ditinggal Orangtunya Bekerja

Bocah yang Jatuh dari Lantai 8 Rusunawa di Cakung Ternyata Ditinggal Orangtunya Bekerja

Megapolitan
Bawaslu DKI Mengaku Kekurangan Personel Jelang Pilkada 2024

Bawaslu DKI Mengaku Kekurangan Personel Jelang Pilkada 2024

Megapolitan
Polisi Bakal Mediasi Kasus Ojol yang Tendang Motor Warga di Depok

Polisi Bakal Mediasi Kasus Ojol yang Tendang Motor Warga di Depok

Megapolitan
Polda Metro Buka Peluang Kembali Periksa Firli Bahuri di Kasus Dugaan Pemerasan SYL

Polda Metro Buka Peluang Kembali Periksa Firli Bahuri di Kasus Dugaan Pemerasan SYL

Megapolitan
 Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosikan Judi Online, Polisi : Baru Terima Gaji Rp 3 juta

Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosikan Judi Online, Polisi : Baru Terima Gaji Rp 3 juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com