JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan keberadaan jalan tikus di Jakarta kerap kali terabaikan oleh pemerintah.
Pasalnya, lokasi jalan tikus ini kebanyakan berada di tengah-tengah permukiman padat penduduk.
“Iya, pasti (terabaikan pemerintah). Di dalam tata ruang kota kita, permukiman padat itu tidak masuk dalam kategori penataan ruang, tata kota,” ungkap Nirwono kepada Kompas.com, Rabu (19/6/2024).
Baca juga: Pengamat Sebut Jalan Tikus Kerap Tak Dianggap, Perbaikan Butuh Waktu Lama
“Apalagi, kalau kita boleh kata, itu adalah permukiman yang kumuh, yang notabene, biasanya, dalam tanda petik ya, peruntukannya bukan untuk permukiman. Maka, sudah pasti terabaikan akan oleh pemerintah,” ucap Nirwono lagi.
Jangankan jalan tikus, Nirwono berujar, permukiman yang peruntukan tidak sesuai akan diabaikan dalam tata kota.
“Artinya tidak akan mendapatkan layanan kartu keluarga, KTP, jaringan listrik, sampai jaringan air bersih, apalagi jalan tikusnya? Karena statusnya tidak diakui, kan tidak sesuai dengan peruntukan,” tutur Nirwono.
Jika peruntukannya adalah perkantoran atau ruang terbuka hijau (RTH), sementara fakta di lapangan digunakan sebagai permukiman padat, maka kawasan tersebut adalah kampung ilegal.
Baca juga: Pengamat: Jika Bikin Proyek Galian di Jalan Tikus, Harus Dikembalikan seperti Semula
“Kalau ilegal, yang tadi saya katakan, pemerintah tidak boleh intervensi, mulai dari kartu keluarga, KTP, sampai ke layanan air bersih dan listrik, apalagi kondisi jalannya tidak masuk dalam penataan kota,” ucap Nirwono.
Sementara itu, Nirwono menjelaskan, jalan tikus yang kondisinya rusak akan lama diperbaiki pemerintah daerah (Pemda) setempat.
Pasalnya, tidak ada klasifikasi jalan tikus dalam Undang Undang (UU) meski keberadaannya sangat membantu para pengendara untuk menghindari kemacetan.
“Karena kan tidak dianggap (dalam UU), tidak ada status klasifikasinya gitu. Kalau kita lapor ke Pemda, statusnya kan enggak ada, sehingga prosesnya akan lama,” kata Nirwono.
Baca juga: Pengamat: Warga Berhak Tutup Jalan Tikus, Pengendara Enggak Boleh Protes
Oleh karena itu, Nirwono menyarankan, kondisi jalan tikus yang rusak seyogiannya diperbaiki oleh warga setempat yang bertempat tinggal di sana.
“Bersama warga di sekitar, baik itu penghuni, RT, RW, dan sekitarnya, untuk patungan, memperbaiki atau merehabilitasi jalan ya,” ujar Nirwono.
Karena keberadaannya “tidak dianggap” oleh Undang Undang, Nirwono menegaskan, warga mempunyai hak penuh menutup jalan tikus dengan pertimbangan keamanan dan keselamatan.
“Mereka berhak membuka atau menutup jalan tikus sesuai dengan keputusan warga. Misalnya pagi, siang, sore, malam, itu sangat diserahkan ke mereka,” kata Nirwono.