JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga menegaskan, warga mempunyai hak penuh menutup jalan tikus dengan pertimbangan keamanan dan keselamatan.
“Mereka berhak membuka atau menutup jalan tikus sesuai dengan keputusan warga. Misalnya pagi, siang, sore, malam, itu sangat diserahkan ke mereka,” kata Nirwono kepada Kompas.com, Rabu (19/6/2024).
Dengan begitu, pengendara sepeda motor yang biasa menggunakan jalan tikus di Jakarta, tidak boleh protes jika suatu saat jalanan ditutup warga.
Baca juga: Jalan Tikus di Jakarta Kerap Tak Dianggap, Pengamat: Seperti Anak Haram yang Dibutuhkan
“Jadi, berdasarkan keputusan RT atau RW di sekitar situ, menutup (atau) membuka jalan boleh, karena itu bukan jalan umum, pengendara tidak boleh protes, pengguna lain juga tidak boleh paksa,” ucap Nirwono.
Nirwono mengungkapkan bahwa Undang Undang (UU) tidak mengenal yang namanya jalan tikus meski menjadi primadona para pengendara.
“Yang tidak kalah penting, kalau kita bicara soal status, sebenarnya di dalam undang-undang jalan, tidak dikenal yang namanya jalan tikus ya, apalagi sampai dengan bisa dikatakan menjadi urat nadi,” ucap dia.
Berdasarkan alasan tersebut, para pengendara wajib mematuhi aturan yang berlaku di jalan tikus.
Baca juga: Keberadaan Jalan Tikus di Jakarta Permudah Pengendara, Pangkas Waktu hingga Irit Bensin
Tetapi, dengan tidak adanya payung hukum, akan berdampak saat penanganan jika terjadi kecelakaan di jalan tikus mengingat peristiwanya bukan di jalan umum.
“Karena keberadaan jalan tikus tidak diakui secara hukum dalam undang-undang jalan, maka jika terjadi kecelakaan baik itu antar kendaraan atau pengendara motor atau bahkan dengan penghuni itu, dalam konteks ranah hukum, akan menjadi sulit,” pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.