Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Pemda Perlu Intervensi Pemanfaatan Jalan Tikus untuk Keselamatan Warga

Kompas.com - 03/07/2024, 15:20 WIB
Baharudin Al Farisi,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan, Pemerintah Daerah (Pemda) perlu memanfaatkan jalan tikus yang ada di Jakarta.

Jalan-jalan tikus tersebut kerap digunakan oleh pengendara sepeda motor untuk menghindari kemacetan, tetapi riskan dengan keselamatan dan keamanan warga.

“Nah, maka yang harus dilakukan tadi, perlu ada intervensi dari pemerintahan daerah terhadap pemanfaatan jalan tikus tadi. Kenapa? Untuk melindungi, terutama keselamatan dan keamanan warga yang tinggal di jalan tikus,” ujar Nirwono kepada Kompas.com, Rabu (19/6/2024).

Baca juga: Pengamat: Warga Berhak Tutup Jalan Tikus, Pengendara Enggak Boleh Protes

Nirwono mencontohkan dengan banyaknya anak kecil yang bermain di jalan tikus karena keterbatasan lahan di Jakarta.

“Kita tahu di pemukiman padat seperti itu, kebutuhan lahan untuk bermain anak-anak tidak ada. Jangan membiarkan anak bermain di jalan, tetapi kalau jalan tikus, boleh,” ucap Nirwono.

“Wong itu tempat tinggal mereka, bukan berarti kemudian justru mereka dilarang bermain, maka kepentingan warga itu yang harus diutamakan,” lanjutnya.

Nirwono menegaskan, warga mempunyai hak penuh menutup jalan tikus dengan pertimbangan keamanan dan keselamatan.

“Mereka berhak membuka atau menutup jalan tikus sesuai dengan keputusan warga. Misalnya pagi, siang, sore, malam, itu sangat diserahkan ke mereka,” kata Nirwono.

Dengan begitu, pengendara sepeda motor yang biasa menggunakan jalan tikus di Jakarta, jika suatu saat ditutup oleh warga, mereka tidak boleh protes.

Baca juga: Jalan Tikus di Jakarta Kerap Tak Dianggap, Pengamat: Seperti Anak Haram yang Dibutuhkan

“Jadi, berdasarkan keputusan RT atau RW di sekitar situ, menutup (atau) membuka jalan boleh, karena itu bukan jalan umum, pengendara tidak boleh protes, pengguna lain juga tidak boleh paksa,” ucap Nirwono.

Nirwono mengungkapkan, Undang Undang (UU) tidak mengenal yang namanya jalan tikus, meski menjadi primadona bagi para pengendara.

“Yang tidak kalah penting, kalau kita bicara soal status, sebenarnya di dalam undang-undang jalan, tidak dikenal yang namanya jalan tikus ya, apalagi sampai dengan bisa dikatakan menjadi urat nadi,” ucap dia.

Berdasarkan alasan tersebut, para pengendara wajib mematuhi aturan yang berlaku di jalan tikus.

Tetapi, dengan tidak adanya payung hukum, akan berdampak saat penanganan jika terjadi kecelakaan di jalan tikus, mengingat peristiwanya bukan di jalan umum.

“Karena keberadaan jalan tikus tidak diakui secara hukum dalam undang-undang jalan, maka jika terjadi kecelakaan baik itu antar kendaraan atau pengendara motor atau bahkan dengan penghuni itu, dalam konteks ranah hukum, akan menjadi sulit,” pungkas dia.

Baca juga: Jalan Tikus di Jakarta, Tempat Perputaran Ekonomi Warga Setempat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks Manajer Gelapkan Uang Rp 1,3 Miliar Hasil Pembayaran 21 Iklan yang Dikerjakan Fuji

Eks Manajer Gelapkan Uang Rp 1,3 Miliar Hasil Pembayaran 21 Iklan yang Dikerjakan Fuji

Megapolitan
Polisi Buru Lima Begal yang Bacok Korbannya di Tapos Depok

Polisi Buru Lima Begal yang Bacok Korbannya di Tapos Depok

Megapolitan
GPIB Klaim Gedung Gereja di Cawang Jaktim Milik Mereka

GPIB Klaim Gedung Gereja di Cawang Jaktim Milik Mereka

Megapolitan
Sebanyak 2.783 NIK Warga Jaksel Diusulkan untuk Dinonaktifkan

Sebanyak 2.783 NIK Warga Jaksel Diusulkan untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Eks Manajer Selebgram Fuji Jadi Tersangka Kasus Penggelapan Uang Rp 1,3 Miliar

Eks Manajer Selebgram Fuji Jadi Tersangka Kasus Penggelapan Uang Rp 1,3 Miliar

Megapolitan
Menyambangi 'Urban Farming' di Permukiman Padat Penduduk Kembangan Jakbar

Menyambangi "Urban Farming" di Permukiman Padat Penduduk Kembangan Jakbar

Megapolitan
Wanita Paruh Baya Tewas Dalam Kamar Mandi Rumah Kos, Korban Dikenal Ramah

Wanita Paruh Baya Tewas Dalam Kamar Mandi Rumah Kos, Korban Dikenal Ramah

Megapolitan
Karumkit Polri: Tidak Ditemukan Luka pada Mayat Wanita yang Tewas di Kos Cipayung

Karumkit Polri: Tidak Ditemukan Luka pada Mayat Wanita yang Tewas di Kos Cipayung

Megapolitan
Ada Pembangunan UOB Entrance dan MRT Tunnel, Dishub Rekayasa Lalu Lintas Dua Jalan Ini

Ada Pembangunan UOB Entrance dan MRT Tunnel, Dishub Rekayasa Lalu Lintas Dua Jalan Ini

Megapolitan
Hendak Cari Angin, Pasangan Kekasih di Tapos Depok Malah Kena Begal

Hendak Cari Angin, Pasangan Kekasih di Tapos Depok Malah Kena Begal

Megapolitan
Petugas Imigrasi Jaksel Tangkap 8 WNA yang Diduga Membuat Dollar AS Palsu

Petugas Imigrasi Jaksel Tangkap 8 WNA yang Diduga Membuat Dollar AS Palsu

Megapolitan
Apresiasi Pameran Flona 2024, Pj Heru: Semoga Jakarta Bisa Terus Tingkatkan Kualitas Lingkungan

Apresiasi Pameran Flona 2024, Pj Heru: Semoga Jakarta Bisa Terus Tingkatkan Kualitas Lingkungan

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Pelecehan Sesama Jenis yang Melibatkan Anak di Bawah Umur di Cisauk

Polisi Selidiki Kasus Pelecehan Sesama Jenis yang Melibatkan Anak di Bawah Umur di Cisauk

Megapolitan
Kelompok Begal Rampas Motor di Tapos Depok, Korban Kena Bacok dan Dihantam Balok

Kelompok Begal Rampas Motor di Tapos Depok, Korban Kena Bacok dan Dihantam Balok

Megapolitan
Terjerat Kasus Penggelapan Uang, Polisi Tahan Eks Manajer Selebgram Fuji

Terjerat Kasus Penggelapan Uang, Polisi Tahan Eks Manajer Selebgram Fuji

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com