JAKARTA, KOMPAS.com — Tidak adanya kejelasan mengenai adanya relokasi warga Bukit Duri di sekitar bantaran Sungai Ciliwung membuat warga bingung. Mereka menjadi serba salah.
"Karena enggak ada solusi, warga bingung untuk tinggal di sini. Misalnya, warga jadi enggan untuk bangun atau benerin rumah. Anak-anak yang mau masuk sekolah di tahun ajaran baru juga takut kalau-kalau jadi dipindah dan digusur," kata Taswadi (63), warga RT 11/10 Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (14/8/2013).
Menurut Taswadi, yang tinggal di bantaran Ciliwung sejak 1964, warga di sini juga jadi malas membersihkan selokan dari sampah-sampah. Sebab, banjir sudah dianggap menjadi langganan. Dibersihkan atau tidak, tempat tinggal mereka tetap kebanjiran.
Taswadi mengatakan, banjir rutin di wilayah yang memisahkan Jakarta Selatan dan Jakarta Timur itu bisa mencapai ketinggian sekitar satu meter. Namun, apabila curah hujan di wilayah Hulu, seperti Depok dan Bogor tinggi, banjir bisa sampai tiga meter lebih.
"Nah, kalau banjir lima tahunan, kayak bulan Mei kemarin, banjir bisa sampai lima meter. Air di lantai dua waktu itu sampai sepinggang. Barang-barang habis semua," ujarnya.
Tingginya intensitas banjir itulah, kata dia, yang membuat warga menjadi putus asa dan enggan untuk menjaga kebersihan. Akibatnya, pascabanjir, sampah, mulai dari plastik, kain, sampai kayu-kayu yang masuk ke gang-gang dan bagian dalam rumah, hanya ditumpuk atau dibuang kembali ke kali.
"Sudah enggak ada lagi warga yang peduli dan bersih-bersih, mungkin karena sudah capek pikirnya, dibersihin enggak dibersihin pasti banjir-banjir lagi. Kalau saya, ya supaya mendingan, kalau saluran air lancar, banjir pasti lebih cepat surut walaupun nantinya pasti banjir lagi," katanya.
Pria asli Tegal, Jawa Tengah, itu pun menuturkan perubahan Ciliwung sejak tahun 1964. Perubahan besar dirasakannya setiap tahun, yakni mulai dari banyaknya pendatang sampai banjir setiap hari."Pertama kali pindah, kondisi Kali Ciliwung dulu enggak begini, Mas. Kali masih jernih airnya dan lebar. Kalau enggak salah, lebarnya bisa sekitar 30 meteran. Sampah juga enggak ada, orang-orang di sini biasa pakai airnya untuk minum, masak, sama mandi," kata pria lima anak itu.
Namun, kondisi itu hanya tinggal kenangan. Ciliwung kini kotor dengan sampah dan membuat warga bantaran kalinya menjadi rutin terkena banjir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.