Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sodetan Ciliwung-Cisadane Batal, Normalisasi Didulukan

Kompas.com - 26/01/2014, 07:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Banten sepakat membatalkan proyek sodetan Ciliwung-Cisadane. Mereka akan mengajukan usulan normalisasi Sungai Ciliwung dan Cisadane kepada pemerintah pusat untuk menyelesaikan banjir di Jabodetabek.

Langkah ini dinilai menjadi langkah terbaik mengatasi banjir di wilayah Jakarta dan Tangerang. Kesepakatan itu diambil setelah Gubernur Joko Widodo bertemu dengan Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah, Bupati Tangerang A Zaki Iskandar, dan Wakil Gubernur Banten Rano Karno, Sabtu (25/1/2014), di Kota Tangerang, Banten.

Pertemuan yang digelar di halaman pintu air Pasar Baru, Kota Tangerang, tersebut merupakan bagian dari perkembangan isu seputar gagasan pembangunan sodetan Ciliwung-Cisadane.

”Setelah datang ke lapangan dan melihat secara riil kondisi Cisadane, jelas sekali, ketinggian air dekat dengan bibir sungai. Kalau dibuat sodetan, akan ada masalah dengan Kota Tangerang. Yang dibutuhkan adalah normalisasi Cisadane,” kata Jokowi.

Namun, Jokowi menegaskan, tanggung jawab normalisasi sungai antarprovinsi itu berada di tangan Kementerian Pekerjaan Umum. Untuk itu, bersama dengan Wali Kota dan Bupati Tangerang, ia akan mengajukan usulan normalisasi Cisadane dalam pertemuan dengan Kementerian Pekerjaan Umum, Senin mendatang.

Arief R Wismansyah mengatakan, Sungai Cisadane belum pernah dikeruk. Selain itu, dari 13 kilometer bagian Cisadane yang melintasi kota tersebut, hanya 2 kilometer yang telah diturap.

Kondisi itu juga diakui Zaki Iskandar. Menurut dia, selama ini rencana normalisasi selalu terkendala minimnya dana yang dimiliki Kementerian Pekerjaan Umum.

Kondisi itu menyebabkan sungai mengalami pendangkalan luar biasa. Jika gagasan normalisasi itu diterima, Zaki berharap langkah itu dilakukan secara konsisten dari hulu hingga hilir.

DidukungKeputusan para pemimpin lokal ini untuk menolak sodetan Kali Ciliwung-Cisadane mendapat dukungan dari aktivis lingkungan. Penolakan ini diyakini mereka sebagai awal keruntuhan dominasi pendekatan proyek dalam penanganan banjir di Jabodetabek.

Sejak tahun 1965, sudah ada rencana normalisasi air hingga bermacam proyek lain untuk mengatasi banjir. Tahun 1973, ada rencana induk penanganan banjir yang merujuk pada Pola Induk Kota 1965-1985. Namun, memang realisasinya lebih banyak proyek fisik, seperti pembuatan Kanal Banjir Barat dan Timur.

”Meski pada kenyataannya, kedua proyek itu pun terus molor dari target,” kata Tarsoen Waryono, Ketua Program Studi Magister Ilmu Geografi FMIPA UI.

Selain itu, menurut Tarsoen, penanganan banjir terkesan jalan di tempat dan minim terobosan. Kesepakatan antarkepala daerah pada awal tahun 2014 ini diharapkan bisa mengubah tradisi buruk tersebut. Normalisasi kali diharapkan bisa dipercepat.

Menjadikan sungai seperti sediakala akan mengurangi secara drastis potensi banjir. ”Bisa 70-90 persen teratasi. Sisanya, tinggal mengelola kawasan hijau dan situ/waduk/tendon air secara lebih baik,” katanya.

Hasil penelitian Tarsoen tahun 2000 menunjukkan, komunitas vegetasi riparian Ciliwung (Bojong Gede-Pasar Minggu) mampu menahan laju aliran permukaan dari 67,84 persen menjadi 42,77 persen. Fnfiltrasi air tanah juga meningkat dari 7,32 persen menjadi 10,26 persen.

Selain mampu menahan aliran permukaan dan meningkatkan air perkolasi, komunitas tumbuhan itu juga berperan fungsi sebagai penyaring (filter) nutrisi tanah. Namun, amat disayangkan saat ini, 30 persen dari sekitar 46 tandon air di Jakarta dan sekitarnya terganggu ekosistemnya. Ini yang seharusnya terus dicari solusi oleh pemerintah daerah ataupun pusat.

Budaya tinggal di rusunAhli tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, mengatakan, selain masalah menjaga sungai dan tendon air, cara efektif yang perlu dilakukan adalah menghilangkan kontestasi antara pemerintah pusat dan daerah serta antardaerah.

”Banjir seharusnya menjadi kekuatan struktur yang harus membangun kultur kepedulian terhadap lingkungan kota,” kata Yayat.

Salah satunya adalah sadar dan bersedia direlokasi jika selama ini menjadi perampas bantaran, bahkan badan kali.

”Jadi, sudah saatnya warga ’tidak harus menolak’ jika dirusunkan karena itu adalah pilihan terbaik untuk mereka. Itu karena Jakarta akan terus kebanjiran setiap tahun, terutama jika kondisi bentang alamnya di hulu dan hilir kondisinya semakin parah,” katanya. (JOS/NEL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS Untuk Pilkada 2024

KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS Untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Megapolitan
Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Megapolitan
Duduk Perkara Pria Gigit Jari Satpam Gereja sampai Putus, Berawal Pelaku Kesal dengan Teman Korban

Duduk Perkara Pria Gigit Jari Satpam Gereja sampai Putus, Berawal Pelaku Kesal dengan Teman Korban

Megapolitan
15 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

15 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Bantu Buang Mayat, Adik Pembunuh Wanita Dalam Koper Juga Jadi Tersangka

Bantu Buang Mayat, Adik Pembunuh Wanita Dalam Koper Juga Jadi Tersangka

Megapolitan
Banjir Berbulan-bulan di Permukiman Depok, Pemkot Bakal Keruk Sampah yang Tersumbat

Banjir Berbulan-bulan di Permukiman Depok, Pemkot Bakal Keruk Sampah yang Tersumbat

Megapolitan
Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper Terungkap, Korban Ternyata Minta Dinikahi

Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper Terungkap, Korban Ternyata Minta Dinikahi

Megapolitan
Tak Cuma di Medsos, DJ East Blake Juga Sebar Video Mesum Mantan Kekasih ke Teman dan Keluarganya

Tak Cuma di Medsos, DJ East Blake Juga Sebar Video Mesum Mantan Kekasih ke Teman dan Keluarganya

Megapolitan
Heru Budi Usul Bangun 'Jogging Track' di RTH Tubagus Angke yang Diduga Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Usul Bangun "Jogging Track" di RTH Tubagus Angke yang Diduga Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Ketika Ketua RW di Kalideres Dituduh Gelapkan Dana Kebersihan lalu Dinonaktifkan Pihak Kelurahan...

Ketika Ketua RW di Kalideres Dituduh Gelapkan Dana Kebersihan lalu Dinonaktifkan Pihak Kelurahan...

Megapolitan
6 Anggota Polres Metro Jaksel Dipecat, Sebagian karena Jadi Pengedar dan Pengguna Narkoba

6 Anggota Polres Metro Jaksel Dipecat, Sebagian karena Jadi Pengedar dan Pengguna Narkoba

Megapolitan
Dua Maling Gasar Motor di Tanjung Priok, Polisi Bergerak meski Korban Enggan Lapor

Dua Maling Gasar Motor di Tanjung Priok, Polisi Bergerak meski Korban Enggan Lapor

Megapolitan
Hal-hal yang Belum Terungkap di Kasus Brigadir RAT: Motif hingga Sosok Pengusaha yang Dikawal

Hal-hal yang Belum Terungkap di Kasus Brigadir RAT: Motif hingga Sosok Pengusaha yang Dikawal

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com