DKI Jakarta merupakan tujuan domestik korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terbesar kedua di Indonesia setelah Kepulauan Riau.
Awal Juli lalu, berbekal laporan warga, Kepolisian dari Polsek Koja juga tercatat menggerebek sebuah rumah kos di kawasan Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara. Dalam penggerebekan tersebut, polisi menemukan dan mengamankan tujuh orang anak di bawah umur (ABG) dan dua orang perempuan yang disekap setelah sebelumnya dijanjikan pekerjaan dengan gaji hingga belasan juta rupiah. Berdasarkan modus yang ditemui di lapangan, pihak kepolisian menduga mereka merupakan korban human trafficking.
Jakarta Urutan Kedua
Human trafficking atau perdagangan orang/manusia saat ini dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan bagi para korban (sebagian besar wanita dan anak-anak). Modusoperandi yang kerap digunakan para pelaku antara lain, merekrut calon korban baik dalam maupun luar negeri melalui lembaga-lembaga pengarah tenaga kerja di seluruh Indonesia.
Mengacu pada data organisasi internasional untuk imigrasi (IOM) pada kurun waktu Maret 2005 – September 2010 sebagaimana dilansir Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta, DKI Jakarta berada di urutan kedua tujuan domestik korban perdagangan manusia di Indonesia setelah Kepulauan Riau.
Menyikapi hal tersebut, Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menyatakan dukungan serta menjamin keseriusan Pemprov DKI Jakarta dalam menanggulangi TPPO. Selain memiliki lembaga pelayanan terpadu bernama Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Pemprov DKI Jakarta juga telah memiliki payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) No 8 Tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan di Provinsi DKI Jakarta. “Kita sudah dan akan terus kasih perhatian. Selain layanan terpadu yang dibiayai APBD, biaya layanan Puskesmas sebagai rujukan bagi para korban juga kita free-kan. Panti-panti juga bisa tampung jika memang diperlukan,” kata Ahok, sapaan akrabnya.
Libatkan Banyak Pihak
Wakil Ketua Bidang Program dan Eksternal P2TP2A, Margaretha Hanita mengatakan, setidaknya terdapat dua pola TPPO yang berkembang di DKI Jakarta. “Pola teputus, yakni perdagangan yang pelakunya melibatkan keluarga (suami atau orang tua) korban, serta pola terorganisir, yakni aktivitas perdagangan yang melibatkan berbagai pihak. “Dalam pola terorganisir, pihak yang terkait biasanya agen-agen pencari tenaga kerja, perangkat desa, petugas kecamatan, petugas imigrasi, serta petugas kepolisian,” ujar Margaretha.
Oleh karena itu, lanjutnya, persoalan penanggulangan TPPO tidak dapat dilakukan sendiri, melainkan memerlukan keterlibatan dari berbagai pihak. Margaretha menekankan pentingnya peran aktif masyarakat dalam memerangi praktik TPPO, khususnya di wilayah DKI Jakarta. “Kami berharap masyarakat Jakarta semakin peka terhadap lingkungan sekitarnya. “Masyarakat diminta berperan aktif, jangan diam! Jika mencurigai atau menangkap indikasi terjadinya praktik human trafficking, laporkan kepada pihak berwajib supaya bisa ditelusuri kebenarannya. Laporan/pengaduan masyarakat merupakan pintu terdepan untuk membongkar praktik TPPO yang cenderung terjadi secara terselubung,” tandasnya. (adv)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.