Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/01/2015, 14:15 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Di lobi Gedung G Kompleks Balai Kota Jakarta, Muhamad Taufik (25) duduk menyandarkan punggung, Rabu (17/12). Jemari tangannya memainkan pena. Pandangannya ke kanan-kiri ”menyapu” ruangan. Wajahnya tampak tenang menanti ujian seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

”Sebentar lagi (tes) dimulai,” kata Taufik, lulusan Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang. Hari itu, dia menjalani tes kompetensi bidang
bersama puluhan CPNS lain yang lolos di tahap ketiga. Cita-cita menjadi PNS ibu kota Jakarta tinggal selangkah lagi.

Apa yang mendorongnya berangkat ke Jakarta dan ambil bagian dalam seleksi CPNS? ”Kata beberapa teman, gaji pegawai DKI tinggi. Saya ingin menjadi bagiannya. Saya mendaftar untuk posisi analis kesenian,” kata Taufik, warga Demak, Jawa Tengah (Jateng).

Selama ini Taufik mengajar seni lukis di sebuah sekolah menengah pertama di Kudus, Jateng. Di sela-sela kesibukan mengajar, dia menerima jasa menggambar dan aktif di kegiatan kepemudaan. Namun, penghasilannya tak lebih dari Rp 2 juta per bulan.

Motif serupa mendorong Amirul Husni (28) ikut dalam seleksi CPNS DKI Jakarta. Lulusan Teknik Mesin Universitas Padang itu sebenarnya telah bekerja di bengkel mesin kapal sebuah perusahaan otomotif di Jakarta Barat. Namun, info gaji tinggi menarik minatnya untuk mendaftarkan diri.

”Saya izin tidak masuk kerja hari ini,” kata Husni yang juga mengikuti tes kompetensi bidang di kantor Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta.

Seperti Taufik dan Husni, Budi Setiawan (25), warga Cinere, Kota Depok, juga ikut seleksi untuk memperebutkan satu dari sekitar 1.100 posisi. ”Katanya gaji PNS DKI lebih tinggi daripada PNS daerah lain, bahkan dibandingkan PNS di kementerian,” ujarnya.

Tunjangan tinggi

Motif Taufik, Husni, dan Budi memang jamak. Sejumlah peserta lain mengungkapkan keinginan bisa diterima sebagai PNS DKI Jakarta. Tunjangan kinerja daerah (TKD) yang relatif tinggi menjadi ”gula-gula” yang menarik minat pendaftar. Tak hanya dari Jakarta dan sekitarnya, sebagian peserta juga datang dari sejumlah wilayah lain di Indonesia.

Terlebih, mulai Januari 2015, Pemprov DKI Jakarta memberlakukan sistem remunerasi atau penggajian baru. Gaji bersih staf pelaksana atau tenaga fungsional, misalnya, bisa mencapai Rp 9,59 juta-Rp 22,6 juta per bulan. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 4 juta-Rp 9,8 juta di antaranya adalah tunjangan dinamis yang diberikan sesuai capaian target. Gaji pejabat, seperti lurah, camat, kepala dinas, dan kepala badan, lebih tinggi lagi, yakni Rp 33,7 juta-Rp 78,7 juta per bulan.

Dengan sistem itu, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama berharap dapat memompa kinerja PNS sekaligus memotong penyimpangan dana serta menghapus anggaran-anggaran tak perlu. Nilai anggaran tak perlu, seperti sosialisasi, pembinaan, dan perjalanan dinas bisa mencapai triliunan rupiah per tahun.

Basuki meminta PNS tak lagi ”bermain” dengan uang rakyat. Sanksi tegas disiapkan bagi PNS yang terbukti korupsi. Ancaman itu tak main-main. Buktinya, sembilan kepala sekolah dicopot jabatannya dan diturunkan pangkatnya, pekan lalu, karena memungut dana dari siswa dan menggelembungkan dana bantuan sekolah.

Basuki berharap perubahan sistem penggajian ini mendorong PNS tak lagi bermental dilayani, tetapi melayani dan mau bersusah payah untuk warga. Semoga.... (Mukhamad Kurniawan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com