Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muka Tanah Terus Turun

Kompas.com - 09/02/2015, 14:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Penurunan muka tanah sulit dilepaskan dari Jakarta. Pencegahan dampak penurunan muka tanah ini bisa dilakukan dengan upaya yang masif di segala sektor. Secara ilmiah, antisipasi penurunan muka tanah bisa dilakukan.

Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta Haris Pindratno, Minggu (8/2), mengatakan, penurunan muka tanah ini terkait kondisi tanah yang sudah ada secara alamiah. Salah satunya, kondisi tanah yang dalam kacamata geologis masih berusia muda sehingga masih mengalami proses pemadatan. Ketebalan tanah sekunder yang berproses ini bisa mencapai 300 meter.

Selain faktor alami itu, ada campur tangan masyarakat yang berpengaruh pada penurunan muka tanah, yakni tumbuhnya bangunan jangkung serta pengambilan air tanah secara masif.

”Penurunan muka tanah di Jakarta Utara paling tinggi rata-rata 2-2,5 sentimeter per tahun. Ada juga lokasi yang sampai 8 cm per tahun,” kata Haris.

Penurunan muka tanah secara sederhana bisa dilihat di kawasan Pademangan, Jakarta Utara. Rumah warga jauh lebih rendah dari kali yang tiap tahun ditanggul. Kondisi yang sama terjadi di wilayah Ancol, Penjaringan, Cengkareng, Tanjung Priok, Cilincing, dan Pulogadung.

Data Dinas Perindustrian dan Energi menunjukkan, di daerah-daerah tersebut hingga kini telah terjadi penurunan lebih dari 100 cm. Beberapa wilayah di daerah ini menjadi langganan banjir dan terdampak genangan akibat pasang air laut atau rob.

Catur (50), warga Penjaringan, mengungkapkan, dirinya harus menambah tinggi bangunan rumahnya setiap tahun. Tinggi muka air di tanggul di sekitar rumahnya terus bertambah tinggi yang menyebabkan air cepat melimpas ke dalam rumah.

”Dalam 40 tahun terakhir, fondasi rumah saya bertambah 1 meter lebih. Meski demikian, muka jalan dan air di kali masih lebih tinggi,” ujarnya.

Beban bertambah

Kepala Balai Konservasi Air Tanah Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral Muhammad Wachyudi Memed mengatakan, sebagai wilayah yang sebagian besar terdiri dari tanah endapan (aluvial), penurunan muka tanah juga diperparah volume beban di atas permukaan tanah yang terus bertambah dan pengambilan air tanah dalam yang masif.

”Dampak amblesan itu bervariasi, seperti tanah yang ambles, struktur bangunan yang menjadi miring, banjir rob yang meluas, juga genangan yang meluas karena terjadinya cekungan. Tetapi, karena sejauh ini terjadi bersamaan, efeknya tidak terlalu terasa,” ujar Wachyudi.

Dari alat pengukur air tanah (ekstensometer) Balai Konservasi Air Tanah yang ditanam sejak 1990, di wilayah Penjaringan terlihat penurunan yang cukup tinggi. Selama 25 tahun terakhir, penurunan mencapai 42 cm.

Menurut Wachyudi, penurunan muka tanah, khususnya di wilayah utara, seiring dengan penurunan muka air tanah dalam, atau yang memiliki kedalaman di atas 40 meter. Artinya, kedua hal ini merupakan dua hal yang saling berkaitan.

”Sayangnya, penyedotan air tanah dalam, yang biasanya hanya mampu dilakukan perusahaan, belum bisa terkendali. Kami masih menginventarisasi terkait hal itu agar bisa diatur lebih jelas,” kata Wachyudi.

Haris Pindratno menambahkan, langkah antisipasi yang bisa dilakukan, antara lain, mewajibkan pengembang menaati seluruh peraturan terkait pengendalian muka tanah. Pembuatan fondasi bangunan juga disesuaikan dengan daya dukung tanah di lokasi yang akan dibangun.

Selain itu, pembangunan pompa air dan saluran drainase merupakan bagian dari langkah Pemprov DKI untuk mengurangi dampak penurunan muka tanah. Jika genangan air di lokasi tanah yang rapuh ini semakin lama, maka potensi penurunan muka tanah akan semakin besar.

Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Chaidir Anwar Makarim mengatakan, ekspansi pembangunan pemukiman hingga tahun 2005 dominan terlihat di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Padahal, kedua daerah tersebut bagian dari 40 persen dari kawasan Jakarta yang berada di bawah permukaan laut pasang. Dengan demikian, saat banjir atau rob, wilayah tersebut rawan tergenang.

”Hal penting yang perlu dicatat di sini adalah penurunan muka tanah yang besar di Jakarta hampir 100 persen terjadi di kawasan tanah lunak. Ini terlihat di Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat,” katanya.

Chaidir berharap, seluruh kegiatan pembangunan di Jakarta terkendali dan memenuhi semua syarat teknis. Hal ini dapat mencegah persoalan di kemudian hari, seperti bangunan roboh atau ambles. Pembuatan area resapan air yang luas bisa segera dikerjakan untuk mengurangi imbas banjir di lokasi yang memiliki muka tanah yang rendah. (JAL/ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com