Jumat (3/7), Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melantik tujuh pejabat eselon II dan sejumlah pejabat eselon III dan IV di Balai Kota Jakarta. Basuki mengatakan, langkahnya mengganti pejabat melalui serangkaian proses seleksi sesuai UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Delapan pejabat eselon II yang dilantik, yakni Kepala Dinas Kebersihan Isnawa Adji, Kepala Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan Irwandi, Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda Firmansyah, Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi Andri Yansyah, Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Edy Junaedi, Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Ratna Diah Kurniati, Kepala Dinas Tata Air Tri Djoko Sri Margianto, dan Wakil Kepala Dinas Kebersihan Ali Maulana Hakim.
Basuki menyebutkan, para pejabat baru itu merupakan hasil seleksi dari 140 calon pejabat eselon II, lalu disaring menjadi 30 orang. Berdasarkan hasil tes psikologi, delapan orang dinilai layak.
Para pejabat baru menyatakan siap bekerja memenuhi target yang diminta Basuki. "Saya diminta menuntaskan titik kemacetan, mengatasi titik-titik angkutan mengetem, dan jalan berbayar," kata Andri Yansyah.
Irwandi mengatakan siap menata pedagang kaki lima dengan tegas. Tidak ada toleransi bagi pedagang yang nekat berjualan di badan jalan atau lokasi ilegal. Adapun Ratna menjamin taman-taman bebas sampah.
Iklim kerja
Analis pemerintahan dari Institut Pertanian Bogor, Deddy S Bratakusumah, berpendapat, sesuai ketentuan UU ASN, penggantian pejabat pimpinan tinggi setidaknya dua tahun sejak pelantikan sebelumnya. Terkecuali, pejabat itu melanggar UU, mengundurkan diri, meninggal dunia, atau pensiun.
Dua tahun dimaksudkan agar pejabat itu mempunyai waktu memperbaiki diri. Bagi kepala daerah, ada empat semester untuk melihat perbaikan, lalu mengevaluasi perbaikan, dan menyiapkan lelang jabatan jika pejabat yang dimaksud dinilai tak cocok dan perlu penggantian.
"Jika begini (bongkar pasang) terus, pejabat malah tidak bisa bekerja karena waswas, cenderung tidak produktif. Mereka bekerja dalam tekanan. Idealnya ditegur dulu, lalu diberi kesempatan untuk memperbaiki, lalu evaluasi lagi," ujarnya.
Menurut Deddy, kepala badan daerah bisa berinovasi untuk memacu kinerja birokrasi. Namun, mereka tidak bisa langsung bongkar pasang pejabat tinggi karena ada peraturan yang tidak mengizinkan perubahan secepatnya.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Syarif menambahkan, selain iklim kerja, bongkar pasang berpengaruh pada kinerja keuangan pemerintah daerah. Dia mengingatkan serapan anggaran yang masih rendah. (MKN/FRO)
-------
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Sabtu, 4 Juni 2015, dengan judul "Bongkar Pasang bisa Kontraproduktif"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.