Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukung Kelola Sampah di Wilayah Sendiri

Kompas.com - 25/11/2015, 15:12 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Konflik sampah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta memunculkan dorongan dari warga agar Ibu Kota memiliki pengolahan sampah di wilayah sendiri.

Dua tantangan besar untuk mewujudkan impian ini adalah pengadaan lahan dan penanganan sampah yang tidak mengganggu warga, dari pengangkutan hingga pengolahannya.

Sejak 1989, Bantargebang, yang terletak di Kota Bekasi, menjadi tumpuan penanganan sampah warga DKI Jakarta.

Ribuan ton sampah dari Ibu Kota setiap hari dikirim dengan truk ke tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) ini untuk diolah di tanah milik Pemprov DKI seluas 110,3 hektar.

Truk-truk sampah itu bisa melewati Tol Bekasi Barat atau Cileungsi, Bogor.

Beberapa kali muncul konflik terkait sampah di Bantargebang. Pada 2008, ratusan warga Desa Taman Rahayu, Kecamatan Setu, Bekasi, memblokade jalan masuk TPST karena menuntut kompensasi. Maret 2011, Forum Warga Cileungsi, Bogor, mengancam akan mencegat truk sampah dari Jakarta.

Awal November lalu, ketegangan kembali terjadi. Selain sejumlah truk dirazia Dinas Perhubungan Kota Bekasi karena melanggar batas waktu pengangkutan (pukul 21.00-05.00), massa juga menghadang truk sampah di Cileungsi.

Pelarangan truk sampah yang melintas di Cileungsi merupakan protes dari warga Bogor karena pengangkutan sampah menimbulkan aroma tak sedap dan mengganggu lalu lintas.

Berdasarkan jajak pendapat melalui telepon pada 14-15 November lalu, warga DKI bereaksi negatif terhadap pelarangan truk sampah. Hampir 70 persen responden tak setuju atas pelarangan itu.

Setiap hari, setiap keluarga dan setiap usaha memproduksi sampah. Satu hari saja pengangkutan sampah terganggu, timbul penumpukan sampah dan dalam jangka waktu lama akan mengganggu kesehatan.

Separuh responden menyayangkan pelarangan karena kompensasi sudah dibayarkan kepada pemerintah daerah yang menjadi mitra pengolahan sampah.

"Kan, kami sudah bayar, kenapa dilarang? Kecuali pemprov nunggak, baru boleh dilarang," kata Ana (45), ibu rumah tangga di Jakarta Pusat.

Aparat keamanan bahkan turun tangan karena menyangkut Jakarta yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat kegiatan ekonomi negeri ini.

Polda Metro Jaya melakukan pengamanan. Alasannya, persoalan sampah yang tak tertangani akan menyebabkan gangguan keamanan dan ketertiban di Ibu Kota. Diskusi dengan daerah mitra juga terus diusahakan.

Bantuan dari kepolisian untuk menjamin pengangkutan sampah ke Bantargebang dan pembicaraan lanjutan dengan daerah tetangga hanya jalan keluar sementara. Sembilan dari 10 responden berpendapat, DKI harus memiliki pengelolaan sampah di wilayah sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Megapolitan
Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com