JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Nasdem, Inggard Joshua, mengatakan, dirinya sudah sejak lama mengetahui ada yang tidak beres dalam pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang reklamasi Teluk Jakarta.
Pernyataan Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) yang menyebut kasus suap di DPRD DKI masuk kategori grand corruption menguatkan keyakinan Inggard. Ia meyakini bahwa banyak temannya sesama anggota Dewan atau bahkan pihak lain yang terseret kasus itu.
"Kalau grand corruption itu kan menyangkut orang banyak, bisa dari eksekutif, legislatif, dan korporasi. Enggak mungkin dilakukan oleh seorang Sanusi saja," kata Inggard ketika dihubungi, Jumat (15/4/2016).
Inggard mengingatkan bahwa Sanusi ditangkap bukan dalam kapasitasnya sebagai ketua Komisi D, melainkan sebagai anggota Balegda. KPK sejauh ini sudah memanggil dan memeriksa beberapa pimpinan yang juga anggota Balegda.
"Memang kapasitas Sanusi apa? Ini kan bukan Sanusi sebagai ketua Komisi D lho, tapi anggota Balegda. Belum lagi ada berita pimpinan dipanggil kemarin kan. Saya berharap KPK jeli melihatnya," ujar dia.
Tanggal 1 April 2016, KPK menetapkan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APLN), Ariesman Widjaja, sebagai tersangka kasus korupsi.
Ariesman ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan sebagai pemberi suap kepada Sanusi. Dalam operasi tangkap tangan, KPK menyita uang tunai sebesar Rp 1,1 miliar yang diterima Sanusi sebanyak dua kali.
Uang suap dari PT APLN itu diduga terkait dengan pembahasan Raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara serta revisi Perda Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta.