Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Teman Ahok" Keberatan dengan Syarat Meterai

Kompas.com - 20/04/2016, 14:55 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kelompok relawan Basuki Tjahaja Purnama dan Heru Budi Hartono, "Teman Ahok", menyatakan keberatannya terkait wacana bahwa dukungan calon independen harus bermeterai.

"Ini enggak sesuai sama asas KPU, dalam penyelenggaraan pemilu kan harus efisien, ini enggak efisien," kata Juru Bicara Teman Ahok, Singgih Widiyastomo, di markas Teman Ahok, Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Inefisiensi yang dimaksud terkait waktu dan biaya yang harus dikeluarkan jika syarat ini disahkan.

Dalam Rancangan Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015, Pasal 14 ayat 8 menyebutkan, bakal calon perseorangan dapat menghimpun surat pernyataan dukungan secara perseorangan atau kolektif, dan dibubuhi meterai dengan ketentuan:

a. Meterai dibubuhkan pada dokumen perorangan, dalam hal surat pernyataan dukungan dihimpun secara perseorangan;

atau b. Meterai dibubuhkan pada dokumen kolektif per desa, dalam hal surat pernyataan dukungan dihimpun kolektif per desa.

Singgih menyatakan, opsi pertama yang meminta meterai disertakan dalam tiap formulir akan memberatkan jika dihitung total biayanya.

"Bisa menghabiskan Rp 3,981 miliar, kita harus mengulang lagi semuanya. Belum lagi contohnya kalau orang enggak mampu beli meterai Rp 6.000, itu berharga lho. Kalau dia enggak jadi mendukung, itu kan menghalangi demokrasi," ujar Singgih.

Kemudian, terkait dengan opsi kedua yang menyatakan meterai kolektif, Singgih mengaku siap jika aturan itu disahkan. Meterai hanya diminta bagi 269 kelurahan di DKI Jakarta.

"Formulir dukungan nanti kita kumpulkan per kelurahan, nanti di atas ada formulir rekapan dari KPU, itu yang ditanda tangan di atas meterai oleh pasangan calon," kata Singgih.

Singgih pun mempertanyakan alasan wacana ini muncul setelah calon independen DKI ramai diperbincangkan.

"Kenapa momennya pas DKI lagi mau independen? Terus juga uji publik enggak melibatkan kita," ujarnya. (Baca: Ini Penjelasan KPU DKI soal Wacana Calon Perseorangan Pakai Meterai)

Uji publik KPU yang berlangsung pada Selasa lalu hanya mengundang partai politik dan LSM. Teman Ahok mengatakan pernah bersurat secara resmi ke KPU sehingga itu seharusnya disadari oleh KPU bahwa ada kelompok relawan dari calon independen yang juga perlu diuji publik.

"Kalau komunikasi ini kan sudah di awal, Juni 2015 kalau enggak salah. Clear kok, enggak ada masalah," kata Singgih.

Singgih berharap wacana ini dibatalkan sehingga mereka tidak direpotkan dengan pekerjaan tambahan. Ia mempertanyakan perlunya wacana ini dipenuhi.

"Buat kami, ini memberatkan, tapi saya belum bisa membaca apa maksud di balik ini semua," kata Singgih. (Baca: Ahok Tidak Akan Ikut Pilkada jika KPU Terapkan Aturan Bermeterai)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com