Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelola Sekolah Puluhan Tahun, Para Guru Protes Rumahnya Mau Digusur Pemprov DKI

Kompas.com - 22/04/2016, 19:42 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga guru yang tinggal di Jalan Danau Limboto, Pejompongan, Jakarta Pusat, memprotes langkah Pemerintah Provinsi DKI yang akan menggusur kediaman mereka.

Mereka kecewa karena rumah yang akan digusur merupakan rumah-rumah guru yang sudah puluhan tahun mengajar di sekolah sekitar kawasan tersebut.

Warga RT 21, Rumondang Nefolita, menjelaskan kronologi rencana penggusuran ini, Jumat (22/4/2016).

"Ada 7 rumah yang mayoritas dihuni oleh keluarga guru," ujar Rumondang.

Rumah tersebut adalah milik Selamat, Fariha, Deny Suteja, Idris, Carman, Luneto, dan TNS Panggabean. Rumondang mengatakan mereka merupakan guru yang menetap di daerah tersebut sekitar 40 tahun lalu.

Rumondang sendiri merupakan anak dari TNS Panggabean yang rumahnya juga akan digusur.

"Dulu ini adalah kawasan rawa. Tapi tidak ada sekolah di sini. Makanya ada 3 orang yg memikirkan edukasi lingkungan di sini yaitu Pak Selamet, Luneto, dan TNS Panggabean," ujar Rumondang.

Ketiga guru tersebut meminta kepada gubernur saat itu agar dibangun sekolah di lingkungan itu. Hingga akhirnya, sekolah-sekolah dibangun dan dikelola oleh 3 guru tersebut. (Baca: Pengamat Nilai Akan Banyak Penggusuran yang Dilakukan Pemprov DKI)

Sampai saat ini, beberapa sekolah memang berdiri berdekatan di kawasan tersebut. Setelah sekolah dibangun, ketiganya kembali meminta izin menggunakan lahan negara untuk tempat tinggal mereka. Mereka pun tinggal di lingkungan tersebut hingga sekarang.

Surat peringatan mulai turun

Beberapa tahun yang lalu, mereka sempat mendapatkan sosialisasi mengenai rencana penggusuran rumah mereka. Saat itu juga,mereka mulai berinisiatif untuk membuat sertifikat untuk lahan yang mereka tempati saat ini. Namun, kata Rumondang, mereka selaku dipersulit sampai sekarang.

"Satu tahu kita tidak digubris, disenggol apapun tidak ada. Tapi ujuk-ujuk turun SP 1," ujar Rumondang.

SP 1 turun pada 8 April 2016. Isinya, warga diminta untuk mengosongkan bangunan terhitung waktu 7×24 jam. Rumondang mengatakan warga sudah mulai tidak tenang dengan turunnya SP tersebut.

Satu pekan kemudian, SP 2 pun turun dengan jangka waktu 3×24 jam.

"Kok tega banget ya sementara yang mendirikan sekolah itu adalah bapak-bapak kami," ujar dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendisiplinan Tanpa Kekerasan di STIP Jakarta Utara, Mungkinkah?

Pendisiplinan Tanpa Kekerasan di STIP Jakarta Utara, Mungkinkah?

Megapolitan
STIP Didorong Ikut Bongkar Kasus Junior Tewas di Tangan Senior

STIP Didorong Ikut Bongkar Kasus Junior Tewas di Tangan Senior

Megapolitan
Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir di Minimarket dan Simalakama Jukir yang Beroperasi

Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir di Minimarket dan Simalakama Jukir yang Beroperasi

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Kuasa Hukum Berharap Ada Tersangka Baru Usai Pra-rekonstruksi

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Kuasa Hukum Berharap Ada Tersangka Baru Usai Pra-rekonstruksi

Megapolitan
Cerita Farhan Kena Sabetan Usai Lerai Keributan Mahasiswa Vs Warga di Tangsel

Cerita Farhan Kena Sabetan Usai Lerai Keributan Mahasiswa Vs Warga di Tangsel

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 7 Mei 2024 dan Besok: Nanti Malam Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 7 Mei 2024 dan Besok: Nanti Malam Hujan Ringan

Megapolitan
Provokator Gunakan Petasan untuk Dorong Warga Tawuran di Pasar Deprok

Provokator Gunakan Petasan untuk Dorong Warga Tawuran di Pasar Deprok

Megapolitan
Tawuran Kerap Pecah di Pasar Deprok, Polisi Sebut Ulah Provokator

Tawuran Kerap Pecah di Pasar Deprok, Polisi Sebut Ulah Provokator

Megapolitan
Tawuran di Pasar Deprok Pakai Petasan, Warga: Itu Habis Jutaan Rupiah

Tawuran di Pasar Deprok Pakai Petasan, Warga: Itu Habis Jutaan Rupiah

Megapolitan
Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Megapolitan
Kemiskinan dan Beban Generasi 'Sandwich' di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Kemiskinan dan Beban Generasi "Sandwich" di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Megapolitan
Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon 'Debt Collector'

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon "Debt Collector"

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

Megapolitan
Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Megapolitan
Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com