Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Sumber Waras dan Kredibilitas BPK yang Dipertaruhkan

Kompas.com - 03/06/2016, 10:21 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan ihwal pembelian lahan Sumber Waras pada pertengahan tahun lalu, BPK masih menanti kepastian soal kesimpulannya yang menyebut adanya kerugian dalam pembelian itu. Sejumlah pegiat antikorupsi, Kamis (2/6/2016), merilis catatan atas audit BPK ini.

Berdasarkan data dan fakta yang dipaparkan, tim penulis yang dikepalai oleh mantan auditor BPKP Leonardus Joko Eko Nugroho menilai hasil audit BPK keliru. Kekeliruan audit BPK yang pertama, ada pada penetapan alamat pembelian lahan. BPK merujuk pada NJOP Jalan Tomang Utara, yakni Rp 7 juta per meter persegi.

Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta merujuk Jalan Kyai Tapa dengan NJOP pada tahun pembelian atau tahun 2014 sebesar Rp 20,7 juta per meter persegi.

"Lokasi RS Sumber Waras berada di Jalan Kyai Tapa sesuai dengan dokumen yang dikeluarkan BPN dan Dirjen Pajak. Argumentasi BPK bahwa lokasi Sumber Waras di Jalan Tomang Utara adalah salah alamat dan terlalu mengada-ada," kata Leo di Hotel Oria, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis.

Kekeliruan berikutnya ada pada perhitungan BPK terkait kerugian. BPK menyebut adanya kerugian sebesar Rp 191 miliar dalam pembelian lahan Sumber Waras. Angka tersebut berasal dari selisih penawaran lahan ke PT Ciputra Karya Utama (PT CKU) pada 2013 dengan harga yang dibayar pemerintah pada 2014.

Sumber Waras menawarkan lahan tersebut kepada PT CKU seharga Rp 15.500 juta per meter persegi atau total Rp 564 miliar untuk luas 36.441 meter persegi. Selanjutnya, pada 7 Desember 2014, Pemprov DKI melakukan ikatan kontrak dengan NJOP yang berlaku saat itu sebesar Rp 20.755 juta per meter persegi.

Total uang yang dibayarkan Pemprov DKI untuk membeli lahan itu sebesar Rp 755 miliar. Selisih harga penawaran PT CKU pada 2013 dengan harga yang dibayarkan Pemprov DKI Jakarta pada 2014 sebesar Rp 191 miliar, angka yang disebut sebagai kerugian.

Angka tersebut dinilai tidak valid karena sudah jelas NJOP-nya pada dua waktu yang berbeda. Kekeliriuan yang ketiga, BPK tidak mengindahkan aturan terkait pembelian lahan yang berlaku.

Temuan BPK terkait prosedur pengadaan seperti penunjukan lokasi, studi kelayakan, kajian teknis, dan penetapan lokasi, yang dianggap menabrak aturan, dapat dimentahkan melalui Pasal 121 Perpres Nomor 40 Tahun 2014.

Pasal ini berbunyi, "Demi efisiensi dan efektivitas pengadaan tanah di bawah lima hektare dapat dilakukan pembelian langsung antara instansi yang memerlukan tanah dengan pemegang hak atas tanah atau dengan cara lain yang disepakati kedua belah pihak."

Lahan Sumber Waras seluas 3,6 hektare seharusnya dapat dibeli tanpa pusing-pusing meributkan appraisal, penawaran pihak lain, dan penentuan NJOP. Terakhir, BPK dinilai memberikan rekomendasi yang tidak konsisten terkait pembelian lahan ini.

Dalam audit yang dikeluarkan pada 17 Juni 2015 itu, BPK dinilai menyajikan laporan yang membingungkan. Leo yang merupakan mantan auditor BPK menilai seharusnya jika ada temuan, auditor harus memberikan pengantar terlebih dahulu berupa pendapat terkait kondisi pada saat mengaudit, kemudian menentukan kriterianya, selanjutnya menerangkan akibat dan sebab temuan tersebut, baru terakhir rekomendasi dengan penjabaran setiap temuannya.

"Ini kan terbolak-balik, antara temuan dan rekomendasi bertentangan, tidak profesional," kata Leo.

BPK dalam laporannya hanya memberikan tiga rekomendasi, yaitu memulihkan kerugian negara yang ditimbulkan, meminta pertanggungjawaban Yayasan Sumber Waras, dan membatalkan pembelian.

Leo menilai seluruh rekomendasi ini tidak dapat realistis karena salah alamat dan berpotensi merugikan negara. Leo menduga, ketidakprfesionalan BPK ini dilatarbelakangi unsur politis. Sebagai mantan auditor BPK, Leo tahu bahwa di tubuh BPK banyak pegawai dan tenaga berlatar belakang partai politik.

"BPK tidak bisa berpolitik. Diperbaikilah. Yang sudah duduk menjabat sadar dirilah, ini di lembaga independen. Kembali ke marwah lembaga negara pemeriksa keuangan," ujar Leo. (Baca: Mencari "Mens Rea" Ahok di Kasus Lahan RS Sumber Waras)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com