JAKARTA, KOMPAS.com — Calon gubernur DKI Jakarta nomor 1, Agus Harimurti Yudhoyono, membeberkan tiga program bila terpilih. Tiga program itu berupa dana bantuan langsung sementara (BLS), dana bergulir, dan pemberdayaan komunitas.
Agus secara spesifik menyebutkan nominal anggaran untuk tiga program tersebut. Misalnya BLS, Agus akan memberikan Rp 5 juta per keluarga miskin setiap tahun. Kemudian dana bergulir berupa uang Rp 50 juta per modal usaha.
Terakhir, pemberdayaan komunitas berupa anggaran Rp 1 miliar per RW setiap tahun. Program tersebut untuk mengentaskan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan.
Agus memastikan bahwa janji politik itu bukanlah politik uang. Ketiganya murni program Agus bila terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta.
"Bedakan money politic dengan program, jauh sekali. Ini konsep kami yang konkret," kata Agus di Jakarta Timur, Rabu (16/11/2016).
Agus menambahkan, tak sedikit masyarakat bertanya soal program konkretnya. Menurut dia, janji politik inilah bagian dari program konkretnya. Sementara itu, juru bicara Tim Pemenangan Agus-Sylvi, Rico Rustombi, mengatakan, janji politik Agus tak termasuk politik uang.
"Sedangkan money politic (politik uang) bila sudah dilakukan. Ini kan baru sebatas program bila Agus-Sylvi memimpin Jakarta nanti," kata Rico. (Baca: Agus Janjikan Dana Bergulir Rp 50 Juta untuk Modal Usaha)
Rico menyesalkan bila janji politik Agus-Sylvi disebut sebagai politik uang. Hal ini berdampak tak bisa adu gagasan dengan adil dan bijak.
Rico menambahkan, dalam kampanye, masyarakat ingin mengetahui program konkret pasangan calon. Oleh karena itu, janji politik ini merupakan tawaran konkret dari Agus-Sylvi untuk masyarakat. (Baca: Agus: Anggaran Rp 1 M Per RW Berdasarkan Pengajuan Program)
Menurut UU
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta Mimah Susanti mengatakan, janji bantuan dana Agus belum dapat disimpulkan sebagai sebuah pelanggaran. Banyak aspek yang harus dikaji untuk menyebutnya melanggar UU Pilkada.
"Banyak yang harus dilihat, dia unsur-unsurnya terpenuhi enggak melanggar Pasal 73. Jadi, kami enggak bisa langsung menilai dia melanggar," ujar Mimah, Senin (14/11/2016).
Menurut Pasal 73 ayat 1 UU Pilkada, "Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih."
Mimah menuturkan, tawaran program bantuan dana yang disampaikan tersebut berbeda jika Agus menjanjikan akan memberikan sesuatu apabila masyarakat memilihnya pada Pilkada DKI 2017. Oleh karena itu, Bawaslu DKI harus mengonfirmasi pernyataan Agus dalam pidato politiknya.