JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memenuhi panggilan polisi sebagai saksi untuk kasus dugaan makar, Senin (19/12/2016).
Ia tiba di Gedung Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya sekitar pukul 15.45. Rusdi yang didampingi sejumlah anggota KSPI itu mengaku tidak tahu menahu soal makar.
Ia juga mengaku tidak mengetahui diperiksa untuk tersangka yang mana. "Sejauh ini kita juga bingung, karena buruh selama ini berpikir saja enggak ada kalau makar," kata dia.
(Baca juga: Kasus Dugaan Makar, Polisi Periksa Satpam Rachmawati dan Sekjen KSPI)
Rusdi mengatakan, selama ini ia pribadi hanya mengenal salah satu dari tersangka dugaan makar, yaitu Ratna Sarumpaet.
Namun, hubungan Rusdi dengan Ratna hanya sebatas terlibat dalam aksi-aksi mengkritik calon gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Kita fokusnya di upah. Kalau Bu Ratna dulu bulan Agustus, September terkait perjuangan reklamasi, Sumber Waras, dan Kampung Akuarium. Itu sudah lama. Kita juga bingung kalau buruh dikaitkan dengan makar," ujar Rusdi.
Selain Rusdi, polisi memeriksa sejumlah saksi lain dalam kasus dugaan makar. Mereka adalah Sekretaris Jenderal Gerakan Selamatkan Indonesia (GSI) Syaharudin dan Ujang, satpam di kediaman Rachmawati di Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Para tersangka
Dari 11 orang yang ditangkap pada 2 Desember 2016, tujuh di antaranya disangka melakukan upaya makar.
Mereka adalah Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Huzein, Eko, Alvin Indra, dan Rachmawati Soekarnoputri. Mereka dijerat dengan Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 KUHP.
(Baca juga: AM Fatwa Sarankan Kasus Makar Diselesaikan melalui Jalur Politik)
Dua lainnya, yaitu Jamran dan Rizal Khobar, diduga menyebarluaskan ujaran kebencian terkait isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).
Keduanya disangka melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik jo Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 55 ayat 2 KUHP.
Lalu, Sri Bintang Pamungkas ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penghasutan masyarakat melalui media sosial.
Sri Bintang disangka melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik jo Pasal 107 jo Pasal 110 KUHP.
Sementara itu, musikus Ahmad Dhani dalam penangkapan itu ditetapkan sebagai tersangka penghinaan terhadap Presiden RI Joko Widodo.
Dhani dijerat dengan pasal penghinaan terhadap penguasa, yakni Pasal 207 KUHP.
(Baca juga: Polisi Panggil Buni Yani, Ahmad Dhani, dan Permadi Terkait Kasus Makar)