Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi Versi Sandiaga soal Dugaan Penggelapan yang Dituduhkan

Kompas.com - 30/03/2017, 07:30 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim hukum calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan dua Sandiaga Uno menceritakan awal mula kasus dugaan penggelapan yang dituduhkan kepada Sandiaga.

Laporan adanya tuduhan penggelapan tersebut dilayangkan Edward Soeryadjaya melalui Fransiska Kumalawati selaku kuasa hukumnya ke Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu.

Baca juga: Sandiaga Uno Dilaporkan ke Polisi oleh Edward Soeryadjaya

"Kasus ini sebenarnya bermula pada 2001 ketika Edward Soeryadjaya melalui beberapa tangan melepaskan 1.000 lembar sahamnya atas PT Japirex yang berkedudukan di Curug, Tangerang (Banten). Atas pembelian 1.000 lembar saham oleh Sandi tersebut kemudian Sandi menjadi pemegang saham 40 persen atas perseroan. Dalam kedudukannya sebagai pemegang saham, Sandi masuk ke dalam kepengurusan perseroan sebagai komisaris," kata anggota tim hukum Sandiaga, Arifin Djauhari, Rabu (29/3/2017) malam.

Arifin menjelaskan, posisi komisaris di PT Japirex tidak hanya diisi Sandiaga, tetapi juga oleh seseorang bernama Effendi Pasaribu. Direktur utamanya adalah Andreas Tjahyadi dan posisi direktur diisi oleh dua orang, yakni Djoni Hidayat bersama Triseptika Maryulyn.

Andreas merupakan orang yang turut dilaporkan Fransiska selain Sandiaga dalam kasus itu.

Pada perkembangannya, tanggal 11 Februari 2009, Sandiaga selaku pemegang saham 40 persen dan Andreas yang memegang saham 60 persen, memutuskan untuk membubarkan PT Japirex. Berdasarkan aturan umum yang berlaku untuk korporasi, ketika perusahaan dibubarkan, dibentuk tim likuidasi.

"Segala hak dan kewajiban yang melekat pada PT Japirex menjadi urusan tim likuidasi. Tim likuidasi yang diangkat dalam pembubaran tersebut adalah Andreas Tjahyadi selaku ketua tim likuidator. Effendi sebagai wakil ketua tim likuidator. Djoni Hidayat dan Triseptika sebagai anggota tim likuidator. Dalam tim itu, perlu digarisbawahi, Sandiaga Uno tidak duduk sebagai apapun juga," kata Arifin.

Tugas tim likuidator mengurus segala hak dan kewajiban perseroan, termasuk jika ada aset yang harus dijual dan berapa hutang yang harus dibayar. Setelah semua hak dan kewajiban terlaksana, baru dilakukan pembagian berdasarkan proporsi saham yang dimiliki oleh pemegang saham.

"Dalam proses likuidasi, tim likuidator menjual sebidang tanah yang terletak di Curug. Luasnya 3.000 sekian meter persegi, atas nama Djoni Hidayat. Sebagaimana aturan korporasi, ketika dilikuidasi, dana harus ditaruh di mana. Itu harus dibuat aktanya, karena PT sudah tidak ada. Maka dibuat akta yang menerangkan bahwa seluruh hasil penjualan itu dimasukkan ke dalam rekening Andreas selaku ketua. Itulah sebenarnya yang terjadi," ujar Arifin.

Terkait penjualan tanah itu, Sandi disebut sama sekali tidak ada hubungannya. Posisi Sandi hanya sebagai pemegang saham, di mana setiap kegiatan tim likuidator harus dilaporkan kepada para pemegang saham. Namun, dari 2009 sampai sekarang, belum ada laporan terhadap pemegang saham tentang berakhirnya proses likuidasi ini.

"Pertanyaan hukumnya, posisi Bang Sandi di mana dalam kasus ini? Apakah dari akhir likuidasi ini akan ditemukan aktiva atau pasiva, kami belum tahu. Sandiaga sebagai pemegang saham juga belum tahu, karena tim likuidasi belum melapor kepada pemegang saham. Sampai detik ini, kami belum tahu, apakah masih punya kewajiban atau tidak sebagai pemegang saham," ucap Arifin.

Pihak Sandi telah menerima panggilan kedua untuk pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada Jumat (31/3/2017) besok sebagai saksi. Tim hukum memastikan Sandi akan menghadiri panggilan tersebut untuk menjelaskan seluk beluk kasus dugaan penggelapan itu.

Baca juga: Sandiaga Akan Penuhi Panggilan Polisi Terkait Kasus Dugaan Penggelapan

Pada panggilan pertama beberapa waktu lalu, Sandiaga memutuskan untuk tidak memenuhi panggilan tersebut.

Lihat: Sandiaga Tidak Akan Penuhi Panggilan Polisi Besok

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Megapolitan
Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke 'Call Center' dan Medsos

Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke "Call Center" dan Medsos

Megapolitan
Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

Megapolitan
Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

Megapolitan
Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com