Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Pandangan Antara Ahli Hukum Pidana dari JPU dan Pengacara Ahok

Kompas.com - 30/03/2017, 11:33 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) dan kuasa hukum sama-sama bersikeras untuk meyakinkan hakim dalam persidangan dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

JPU meyakinkan bahwa dakwaan Ahok menodai agama adalah benar, sementara pengacara berusaha meloloskan Ahok dari dakwaan JPU. Usaha meyakinkan itu tentu ditempuh lewat persidangan, salah satunya dengan menghadirkan ahli untuk memberikan keterangan terkait kasus.

Salah satu keterangan yang menarik adalah ahli hukum pidana. JPU dan kuasa hukum Ahok sama-sama berpegang pada keterangan ahli mereka. Adapun keterangan ahli mereka berbeda pandangan.

Misalnya, keterangan ahli hukum pidana dari JPU, Mudzakkir, Selasa (21/2/2017) yang mengatakan berdasarkan analisa pada video pidato Ahok di Kepulauan Seribu, ada tiga kalimat Ahok yang dianggap menodai agama.

Kalimat pertama adalah ‘Jangan percaya sama orang', kedua ‘Maka kamu enggak pilih saya', ketiga ‘Dibohongi pakai' yang kemudian dilanjutkan dengan kata 'dibodohi’. Mudzakkir mengatakan tiga penggalan kalimat itu berkaitan satu sama lain.

Kalimat pertama menandakan ada orang yang menyampaikan Al-Maidah ayat 51, kalimat itu berkaitan dengan kalimat kedua. Orang yang menyampaikan Al-Maidah itu membuat Basuki tidak dipilih.

Sementara, kalimat ketiga menandakan orang yang menyampaikan Al-Maidah menggunakannya sebagai alat berbohong. Mudzakkir mengatakan semua isi pidato Ahok terdengar netral kecuali tiga penggalan kalimat itu. Dia pun menyimpulkan tiga kalimat tersebut masuk unsur penodaan.

"Kalau kata-kata lain itu kan netral pak. Kata ini harus dimaknai konteks ini, jadi penodaan," ujar Mudzakkir. (Baca: Ahli Psikologi Sosial: Yang Dipersoalkan Ahok Bukan soal Agama, tetapi..)

Sementara itu, ahli hukum pidana dari pihak Ahok, I Gusti Ketut Ariawan, berpendapat sebaliknya. Menurut dia, unsur penodaan agama Ahok tak terpenuhi. Ahli dari Universitas Udayana ini mengatakan satu-satunya unsur kesengajaan oleh Ahok dalam pidato tersebut berkaitan dengan budidaya ikan kerapu.

"Ucapan itu niatnya untuk apa? Makanya saya bilang itu sengaja tapi ada enggak niatnya untuk menodakan agama? Niat menodai tidak ada," ujar Gusti, Rabu (29/3/2017).

Dalam persidangan yang sama, Gusti mengatakan bahwa dakwaan JPU kepada Ahok prematur atau tidak jelas. Ahok didakwa Pasal alternatif antara 156 KUHP atau Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. (Baca: Jaksa Anggap Keterangan Ahli Agama dari Pihak Ahok Menguntungkannya)

Menurut dia pasal 156 hanya ditujukan untuk golongan, bukan agama. Sementara untuk pasal 156a dinilai tidak tepat lantara pasal itu untuk menghindari hadirnya kepercayaan-kepercayaan baru di Indonesia pada masa pembentukan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Dalam penyelesaian kasus penodaan agama, Gusti mengatakan, seharusnya diselesaikan secara preventif dan bukan represif.

Kompas TV Tujuh orang saksi rencananya akan memberikan kesaksian di persidangan KTP Elektronik, hari ini (30/3).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com