Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perajin Tahu-Tempe Inginkan Tata Niaga Kedelai

Kompas.com - 28/08/2013, 22:23 WIB
Zico Nurrashid Priharseno

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Para perajin tahu dan tempe berharap pemerintah turut campur tangan dalam mengendalikan tata niaga atau distribusi kacang kedelai. Hal itu dilakukan untuk mengendalikan harga kedelai yang merangkak naik.

Slamet Riyadi, perajin tahu-tempe di RT 10 RW 04, Kelurahan Kampung Rawa Selatan, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, mengatakan, seharusnya pemerintah turut mengurus distribusi kacang kedelai saat ini. Menurut Slamet, saat ini distribusi kedelai dikuasai oleh lima pengimpor swasta dan rawan akan tindak monopoli.

"Kembalikan peran Bulog seperti semula, yang bisa menangani tata niaga sembako, seperti kedelai dan daging," kata Slamet di Pasar Gondangdia, Rabu (28/8/2013).

Saat ini sebanyak 150 ton kacang kedelai sedang dalam perjalanan dari Amerika Serikat. Kedelai impor itu diharapkan sudah sampai ke Indonesia pada akhir bulan Agustus ini atau awal bulan September.

Menurut Slamet, impor kedelai sia-sia jika tidak didasari payung hukum yang jelas. Ia mengatakan, saat ini stok kacang kedelai sebenarnya cukup untuk menutupi kebutuhan beberapa bulan ke depan.

"Percuma impor kalau payung hukum masih tak jelas. Seharusnya kan, stok banyak, harga turun. Ini malah naik," ujarnya.

Slamet mengatakan, dengan melambungnya harga kacang kedelai, usaha yang sudah dirintisnya sejak tahun 1990 ini mengalami penurunan omzet sebesar 40 persen. Jumlah produksinya juga terpaksa diturunkan sekitar 20 sampai 30 persen karena daya beli masyarakat yang terus menurun.

Sebelum harga kacang kedelai merangkak naik, Slamet dapat memproduksi 300 kilogram kacang kedelai per hari untuk dijadikan tahu dan tempe. Setelah harga kacang kedelai naik, ia terpaksa menurunkan jumlah produksi menjadi 250 kilogram kacang kedelai per hari, yang ia buat menjadi 16 lonjor tempe dan 4.000 sampai 5.000 buah tahu.

Para perajin tidak bisa serta-merta menaikkan harga jualnya karena melihat daya beli masyarakat yang sudah rendah. Perajin akhirnya menyiasatinya dengan mengecilkan ukuran tahu-tempe.

"Satu lonjor yang tadinya 8 potong, sekarang jadi 10 potong. Jadinya lebih kecil. Ini karena kita tidak bisa menaikan harga," kata Slamet.

Slamet menjual tempe dengan harga Rp 5.000 per potong dan tahu seharga Rp 500 per buah. Slamet mengatakan, harga kacang kedelai sudah naik sekitar tujuh hari setelah Lebaran, yang tadinya Rp 7.200 menjadi Rp 9.000 per kilogram.

Slamet membeli kacang kedelai untuk memenuhi kebutuhan produksi usahanya melalui sebuah agen di Cikarang. Dalam sekali transaksi, Slamet membeli 10 ton kacang kedelai yang cukup untuk memenuhi produksi usaha tahu-tempe selama sebulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Megapolitan
Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com