Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/10/2013, 12:41 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kelautan dan Pertanian berencana membeli seluruh monyet yang dipekerjakan sebagai atraksi topeng monyet di Jakarta. Upaya tersebut dinilai memiliki landasan hukum yang kuat sehingga tidak bisa lagi diganggu gugat.

Kepala Dinas Kelautan danPertanian Jakarta Ipih Ruyani mengatakan, setidaknya ada empat, yakni satu undang-undang, satu peraturan menteri, dan dua peraturan daerah yang menjadi landasan hukum kebijakan pembelian monyet-monyet itu.

"Pertama Undang-Undang Nomor 18 Tahun 200 9 tentang Peternakan dan Kesehatan Pasal 66 Ayat 2g bahwa hewan harus dihindari dari tindak penganiayaan dan penyalahgunaan," terang Ipih saat dihubungi pada Selasa (22/10/2013)pagi.

Kedua, yakni Peraturan Kementerian Pertanian Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan Pasal 83 Ayat 2. Dalam peraturan itu disebutkan, pemeliharaan hewan harus berdasarkan kebebasan hewan. Artinya, hewan tak boleh dikekang.

Ketiga, yakni Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1995 tentang Pengawasan Hewan Rentan Rabies serta Pencegahan dan Penanggulangan Rabies Pasal 6 Ayat 1. Di dalam peraturan itu disebutkan hewan rentan rabies yang berkeliaran dapat ditangkap serta dimasukkan ke tempat penahanan.

Keempat, yakni Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum Pasal 17 Ayat 2. Di dalam aturan itu disebut setiap pemilik binatang wajib menjaga hewan peliharaan agar tidak berkeliaran.

"Minggu-minggu ini, telah kita mulai membeli monyet-monyet itu. Kita bekerja sama dengan petugas dari Satpol PP DKI lapangannya," ujar Ipih.

Tiga Pertimbangan Jokowi Gubernur DKI Joko Widodo menegaskan kebijakan itu dilakukan atas tiga pertimbangan. Pertama, monyet adalah binatang yang dilindungi. Oleh sebab itu, harus dikembalikan ke habitat atau masuk kawasan konservasi.

Kedua, keberadaan topeng monyet di jalan mengganggu sehingga ditertibkan. Ketiga, monyet-monyet tersebut ditaruh dekat permukiman. Oleh sebab itu, keberadaannya rentan dengan penularan penyakit sehingga harus dijauhkan dari aktivitas manusia.

Sayangnya, Jokowi mengaku belum memikirkan nasib pawang topeng monyet akibat kebijakan itu. "Itu urusan setelah dibeli monyetnya. Toh mereka juga kebanyakan bukan penduduk DKI," ujarnya.

Terancam kehilangan pekerjaan, para pawang topeng monyet yang menggantungkan hidup dengan mencari nafkah dari pekerjaan tersebut mempertanyakan kelanjutan profesi mereka apabila Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo jadi menerapkan larangan topeng monyet pada tahun 2014.

Sukarya (31), salah satu pawang topeng monyet, mengaku tak keberatan dengan kebijakan tersebut, asalkan diberi ruang pekerjaan agar tetap bisa menyekolahkan anak-anaknya.

"Saya sih setuju saja kalau ada pekerjaan tetapnya yang pasti karena kita ini kan sudah berkeluarga," kata Sukarya.

Menurutnya, topeng monyet merupakan sumber penghasilan utama untuk membiayai kehidupan sehari-hari keluarganya. Dari pekerjaannya tersebut, dia bisa memperoleh penghasilan minimal Rp 40.000 hingga Rp 80.000 per hari. Uang itu dipergunakan untuk menafkahi keluarga, seperti membiayai dua anaknya yang kini duduk di bangku sekolah dasar (SD).

"Biaya sekolah anak dari uang topeng monyet ini. Istri saya hanya ibu rumah tangga, jagain anak," ujar pria yang sejak SD sudah menjadi pawang topeng monyet tersebut.

Hal senada juga diutarakan Iing (36). Pawang topeng monyet ini mengaku telah merogoh koceknya hingga Rp 3 juta untuk menjalani usaha tersebut. Uang itu di antaranya untuk melengkapi berbagai aksesori yang diperlukan dalam usaha topeng monyetnya. Dia membeli seekor monyet terlatih di Kampung Dukuh, Jakarta Timur, seharga Rp 1,5 juta.

"Kalau yang belum terlatih harganya Rp 700.000," ujar Iing.

Terkait rencana kebijakan Pemprov DKI yang melarang keberadaan topeng monyet, Iing juga berharap Jokowi bisa memberi solusi pekerjaan untuk dirinya. Jika tidak, maka ia menolak menyetujui rencana kebijakan Jokowi.

"Kalau monyet kita diambil, kita kehilangan pekerjaan. Ya kita minta ada pekerjaan pengganti," ujar Iing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Megapolitan
Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Megapolitan
Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Megapolitan
Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Megapolitan
Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Megapolitan
Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Megapolitan
Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Megapolitan
Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com