Kepala Sekolah SMP PL Rahman, Pancoran, Dahlan Hasim, mengaku kesulitan dalam menangani anak didiknya yang bermasalah. Di satu sisi, dia merasa harus tetap mendidik para siswa yang bermasalah. Di sisi lain, ada anak didik lain yang perlu diselamatkan agar tidak terpengaruh perilaku menyimpang.
"Kalau ada kasus seperti SMPN 4 (berbuat asusila), walau anak itu nakal, sebagai guru, seperti apa yang harus kita lakukan? Terhadap anak yang bermasalah atau ratusan anak lain di sekolah yang kita pentingkan?," tanya Rahman.
Kepala Sekolah SMP Diponegoro 1, Suparni Saidi, juga mempertanyakan hal senada. Aturan yang berlaku di sekolahnya, bila siswa melakukan pelanggaran menyangkut moral, maka sanksinya dikeluarkan. Namun, tindakan itu menjadi pertanyaan sebagian orang tua siswa.
Menjawab kebingungan itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Badriyah Fayumi menganalogikan pembangunan sebuah gedung oleh seratus anak. Selama proses pembangunan tersebut, empat anak diantaranya berperilaku tidak baik. Akan menjadi masalah jika keempatnya tidak lagi dilibatkan dalam pembangunan.
"Problemnya, kalau melepas anak yang bermasalah, maka akan hancur pondasi bangsa kita ini ke depan. Bisa saja keempat anak tersebut malah membuat bom meledakkan gedung dan meruntuhkan semuanya," ujarnya.
Badriyah berharap kedepannya para pendidik lebih tanggap dan jeli terhadap persoalan anak didik. Ia memberi contoh kasus perbuatan asusila para siswa SMPN 4. Kasus itu sudah pernah dilaporkan, namun tidak ditanggapi. "Bahkan yang melapor justru dihardik mengada-ada," katanya.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, kegiatan sosialisasi kepada kepala sekolah seperti ini akan terus dilakukan. Ia membantah kegiatan tersebut hanya sebagai respon dari kejadian di SMPN 4. Namun, tujuannya untuk masa depan dan melindungi anak dari tindak kekerasan.
"Hari ini kita undang 500 kepala sekolah, besok 500 komite, agar sinkron antara orang tua dan sekolah," pungkasnya.