JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Biro Kepala Daerah dan Hubungan Luar Negeri DKI Jakarta Heru Budi Hartono meralat pernyataannya soal D, oknum pegawai di Pemerintah Provinsi DKI yang diduga meminta uang kepada Rumah Sakit Jakarta untuk mendatangkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Ia membenarkan bahwa D bekerja di bawah naungannya, tetapi bukan sebagai pegawai negeri sipil.
"Dia pegawai honorer, bertugas sebagai pengetik sambutan di bawah biro saya," ujar Heru di Balaikota Jakarta, Rabu (6/11/2013).
Sebelumnya, Heru menyatakan bahwa tidak ada pegawai negeri sipil (PNS) berinisial D di bironya. Sejak mengetahui kabar itu pada Selasa malam, Heru mengklaim telah mengomunikasikannya dengan D. Kepada Heru, D membenarkan bahwa dirinya berkomunikasi dengan Apid, staf sekretariat Yayasan RS Jakarta, soal undangan kepada Gubernur. Namun, D membantah telah meminta uang kepada pengelola rumah sakit itu.
Pada Rabu siang, Heru mengatakan telah menemui manajemen RS Jakarta untuk mengklarifikasi hal tersebut. Namun, Apid tengah sakit sehingga tidak bisa dimintai klarifikasi. Heru hanya mendapat keterangan dari Pembina Yayasan RS Jakarta, Benyamin Mangkudilaga, dan beberapa orang jajaran direksi rumah sakit tersebut.
"Si D bilang komunikasi terakhir itu Jumat siang, tetapi dari rumah sakit bilang komunikasi terakhir itu Jumat sore. Jadi, ada perbedaan keterangan meski kami belum mendengarkan dari Apid," ujarnya.
Menurut rencana, Kamis besok, stafnya akan mendatangi rumah Apid di kawasan Depok, Jawa Barat. Heru mengatakan, ia harus mendengar cerita dari kedua sisi untuk mengetahui persoalan secara menyeluruh. Setelah melakukan pengecekan ulang antara kedua pihak itu, ia baru akan memutuskan solusi yang tepat selanjutnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pria berinisial D yang mengaku PNS Pemprov DKI Jakarta disebut meminta sejumlah uang kepada pihak Yayasan Rumah Sakit Jakarta. D berjanji dapat mendatangkan Gubernur DKI Joko Widodo pada acara yang digelar RS Jakarta, yakni HUT Ke-60 RS Jakarta pada 10 November 2013.
"Masih ada aja yang meras-meras seperti itu sekarang. Kami mau itu orang diusutlah, sayang sekali kalau masih ada," ujar Benyamin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.