JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar sepekan ini, proyek Jakarta Outer Ring Road West 2 yang terhenti di wilayah Petukangan Selatan, Jakarta Selatan, mulai dilanjutkan kembali. Namun, belum pasti kapan jalan tol lingkar luar ini bisa diselesaikan karena masih ada sengketa lahan yang mengganjal.
Senin (18/11), proyek jalan tol lingkar luar yang mulai dilanjutkan lagi bisa dilihat di mulut Jalan M Saidi Raya, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Truk dan pekerja sibuk di lokasi pembangunan yang dibatasi pagar seng. Sebagian besi-besi rangka telah tegak berdiri siap menerima cor beton.
Sebelumnya, selama berbulan-bulan, proyek JORR W2 terhenti tepat di atas Jalan Ciledug Raya.
”Iya sudah mulai dibangun lagi. Namun, memang masih ada tanah sekitar 2 hektar, terdiri atas 99 bidang lahan di Petukangan Selatan, yang belum dibebaskan,” kata Ketua Tim Pengadaan Tanah Kementerian Pekerjaan Umum Ambardy Effendy, kemarin siang.
Proyek JORR W2 ini akan menghubungkan ruas tol di TB Simatupang dan Tol Jakarta-Merak. Tol baru ini direncanakan membentang sepanjang 7,6 kilometer, melewati kawasan Jakarta Selatan, yaitu Ulujami, Petukangan Selatan, dan Petukangan Utara, serta sebagian Jakarta Barat, yaitu Joglo, Meruya Selatan, dan Meruya Utara.
Terganjal lahan
Pembangunan tol lingkar luar, yang juga biasa disebut Tol Kebun Jeruk-Ulujami, sejak masa persiapan selalu terganjal masalah pembebasan lahan. Bahkan, soal besaran ganti rugi lahan sudah mulai membelit paling tidak pada tahun 2003 atau sejak awal proyek ini direncanakan.
Pada November 2010, sekitar 1.000 warga Kelurahan Petukangan Utara dan Petukangan Selatan, Jakarta Selatan, menuntut perubahan kebijakan pola ganti rugi lahan warga yang tergusur oleh proyek JORR W2. Penolakan warga terus berlanjut hingga Maret 2011. Padahal, pada saat yang sama seharusnya proyek fisik jalan tol ini sudah mulai dilakukan.
Untuk proyek jalan tol ini, khususnya di Petukangan Utara dan Selatan, ada 790 bidang lahan yang harus dibebaskan. Namun, kala itu, sebagian besar pemilik lahan tak sepakat dengan besaran ganti rugi yang ditetapkan pemerintah.
Terhitung sampai tahun 2013 ini, harga tanah di Petukangan Selatan membubung tinggi. Harga per 1 meter persegi tanah paling murah sekitar Rp 2,5 juta. Itu pun yang berada di tengah permukiman, jauh dari jalan. Tanah yang dekat dengan jalan harganya bisa mencapai di atas Rp 10 juta. Padahal, nilai jual obyek pajak tanah di kawasan itu Rp 2 juta-Rp 3 juta per meter persegi.
Pembangunan fisik akhirnya dimulai sejak Juli 2011 meskipun masih banyak lahan yang belum dibebaskan. JORR W2 ditargetkan selesai pada 2012 atau awal 2013. Faktanya, sampai menjelang akhir 2013, jalan tol ini belum juga selesai. Ambardy mengatakan, kini tersisa sekitar 1,5 kilometer saja ruas tol yang belum dibangun. Dia berharap, maksimal pada Januari 2014, 99 bidang lahan tersisa bisa dibebaskan.
Sosial dan ekonomi
Dalam perjalanannya selama dua tahun terakhir, dari ratusan pemilik lahan yang semula ikut menolak ganti rugi, kini tersisa 99 pemilik tanah di Petukangan Selatan yang masih bersengketa.
”Masalah ini kemudian berlanjut hingga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). PTUN memutuskan agar ada musyawarah kembali antara warga dan pemerintah,” kata Ahmad Biky dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Menurut Biky, LBH hanya mendampingi warga untuk tahu hak dan kewajibannya serta bagaimana seharusnya musyawarah berlangsung. Sejauh ini musyawarah sudah dua kali digelar, yaitu pada 30 Oktober 2013 dan 7 November 2013. Namun, belum ada tanda-tanda kesepakatan antara warga dan pemerintah.
Tatang Sukirno, salah satu dari 99 pemilik tanah, mengatakan, warga tidak ingin menghambat pembangunan.
”Kami justru ingin proses ini cepat selesai. Akan tetapi, tentu saja harus sesuai aturan dan warga yang telah berpuluh tahun tinggal di sini hidupnya tetap terjamin nantinya,” kata Tatang.
Menurut Tatang, ia dan warga Petukangan Selatan telah menetap di lokasi tersebut sejak puluhan tahun silam. Akibat proyek jalan tol yang menggusur permukiman, warga harus menanggung perubahan kondisi sosial ekonomi. (NEL)