Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dongeng Lingkungan Hidup yang Menggembirakan dan Mencerahkan

Kompas.com - 25/01/2014, 08:51 WIB

KOMPAS.com - SENANG rasa hati Sidik (6) seusai menerima sebuah biskuit cokelat. Senyumnya mengembang. Ia tidak segera membuka bungkusnya meskipun ingin. Siswa Raudhatul Athfal Al Irfan, Kelurahan Balekambang, Kramatjati, Jakarta Timur, itu, mau menikmatinya di rumah.

”Bungkusnya harus dibuang di tempat sampah,” kata Sidik sambil beringsut berdiri.

Matanya masih menyimpan binar riang. Sore itu, bersama teman-temannya, Sidik baru saja mendengar kisah tentang Si Momot dan Si Kentus, tokoh anak rekaan Kak Dwi dari Gerakan Para Pendongeng Untuk Kemanusiaan (Geppuk). Kedua anak kakak-beradik itu awalnya dikisahkan saling bermusuhan, tetapi kemudian rukun dan akrab.

Mimik dan suara Dwi yang berubah-ubah membuat sekitar 45 anak yang memadati sebuah ruang kelas itu tertawa. Tawa kembali meledak ketika Awal (10) dan adiknya, Amat (9), maju ke depan. Menurut teman-temannya, kisah kakak-beradik itu mirip cerita Momot dan Kentus. Kisah itu membuka pertemuan antara Dwi, Resha rekannya dari Geppuk, serta Oppie Andaresta yang kebetulan adalah duta dari Kementerian Lingkungan Hidup dengan anak-anak itu.

Atas inisiatif sendiri selama hampir dua jam, mereka bertiga mendongeng dan mendendangkan beberapa lagu tentang pentingnya pelestarian lingkungan. Menurut Resha, ia dan Dwi telah mendatangi 13 pengungsian. Hari itu, Oppie ikut untuk pertama kali. Awalnya, Oppie ingin menempatkan kegiatan itu sebagai bagian dari rehabilitasi pascabanjir, tetapi ia melihat kesempatan itu sebagai ruang potensial untuk membangun habitus baru yang lebih ramah lingkungan.

Melalui dongeng, mereka membagi pengetahuan tentang pentingnya menanam pohon, menjaga lingkungan, hingga penghematan energi. Kisah yang ringan membuat anak-anak cepat paham dan sigap menyebutkan kebiasaan hidup yang ramah lingkungan, seperti menghemat air dan listrik serta tidak membuang sampah sembarangan.

Ayu (12) mengaku terhibur dengan acara mendongeng ini. Meski tidak libur, siswa kelas VI SD itu sudah seminggu tak masuk sekolah. Banjir membuatnya harus bertahan di pengungsian. ”Biasanya hanya duduk dan ngobrol, bosan,” katanya.

Dari jendela kaca kelas itu, orangtua mereka melihat dengan suka. Lebih dari seminggu ini, mereka harus berkutat dengan banjir yang menggenangi rumah mereka dan membekukan tawa anak-anak itu.

Ruang kelas yang digunakan sore itu pun baru dua hari terakhir bebas dari genangan banjir, lumpur, dan sampah yang turut hanyut di Sungai Ciliwung yang mengalir tepat di samping sekolah. Petang itu, anak-anak pulang dengan senyum mengembang dan bekal baru tentang bagaimana hidup berdampingan dengan alam.

Celoteh kecil Sidik sore itu bak kritik pedas atas buruknya kebiasaan warga Ibu Kota yang abai terhadap kelestarian dan kesehatan lingkungan. Celoteh itu juga menjadi kritik kepada pemerintah yang tidak optimal menjaga bantaran dan hulu sungai. Seusai dongeng petang itu, Sidik dan rekan-rekannya pulang dengan senyum dan harapan. (JOS/A12)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com