Machmud kemudian memaparkan seluruh jenis pelanggaran yang mungkin terjadi. Pertama, mengenai adanya tindakan money politic yang dilakukan kedua tim sukses capres. Kedua, adanya kemungkinan terjadi kekerasan dan juga intimidasi terhadap pemilih. Ketiga, adanya penyalahgunaan hak pilih oleh orang lain.
Keempat, adanya kemungkinan menggunakan suara lebih dari satu kali. Kelima, adanya tindakan yang berpotensi menggagalkan pemilu. Keenam, kasus-kasus pekerja yang tidak diizinkan memilih oleh atasannya. Ketujuh, tahanan lapas yang tidak bisa memilih.
Kedelapan, pasien rumah sakit yang tidak bisa memilih. Kesembilan, para PMKS yang tidak bisa memilih. Kesepuluh, penghuni apartemen di Bekasi yang tidak dapat memilih.
Kesebelas, Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang tidak memberi surat suara pengganti. Kedua belas, adanya kemungkinan pemungutan suara berawal dan berakhir tidak sesuai aturan. Ketiga belas, tidak sesuainya pantauan sah tidan sahnya suara.
Menyikapi adanya potensi tersebut, Panwaslu melakukan kerja sama dengan Pemerintah Kota Bekasi untuk melakukan sosialisasi ke 12 kecamatan di Bekasi.
“Kita sudah adakan sosialisasi kepada 12 kecamatan sebagai upaya pencegahan supaya penyelenggara pemilu tidak melanggar. Kita juga telah menyurati stakeholder terkait seperti kapolres, pihak rumah sakit, dan lainnya agar mengawasi pemilu di lokasinya,” ujar Machmud.