JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus menagih pengembang yang belum melunasi kewajibannya. Hingga saat ini, baru 428 pengembang yang telah dan sedang melaksanakan kewajibannya. Masih ada 2.545 pengembang yang belum memenuhi kewajiban.
Penagihan kewajiban pengembang terhambat oleh keberadaan sebagian pengembang yang belum terlacak. Mereka tidak lagi berada di alamat sebelumnya. Adapun kewajiban mereka tertuang dalam surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT).
"Kami tidak akan berhenti menagih kewajiban mereka. Jika sudah tidak ada lagi di alamat sebelumnya, kami lacak ke tempat lain," kata Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta Endang Widjajanti, Sabtu (23/8/2014), di Jakarta.
Menurut Endang, tunggakan sebagian besar terjadi pada pemegang SIPPT yang berusia lebih dari 20 tahun. Penagihan kewajiban pengembang tersebut, kata Endang, menjadi prioritas program karena berpengaruh pada program lain.
Pengembang diwajibkan menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum senilai 20 persen dari properti yang dibangun. Adapun wujud penyediaan fasilitas itu melalui pembangunan rumah susun sederhana sewa yang kini sedang digenjot Pemprov DKI Jakarta. "Penagihan tanggung jawab mereka terkait dengan target kami menyediakan rumah susun," ujar Endang.
Adapun penyediaan rumah susun tersebut terkait dengan program penataan bantaran kali, kawasan resapan air, dan permukiman kumuh.
Penagihan tanggung jawab pengembang didasarkan pada Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 540 Tahun 1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan atas Bidang Tanah untuk Pembangunan Fisik Kota Jakarta.
Sesuai ketentuan itu, pengembang yang menguasai lahan lebih dari 5.000 meter persegi wajib membangun rumah susun senilai 20 persen dari lahan yang dikuasai. Penagihan secara khusus dilakukan Biro Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. Catatan Biro Tata Ruang, Pemprov DKI telah menerbitkan 2.973 dokumen.
Tidak jelas
Pakar properti Panangian Simanungkalit mengatakan, keinginan Pemprov DKI untuk melakukan penagihan tersebut patut dihargai. "Hanya saja, betul- betul punya keberanian dan ketegasan atau tidak untuk melakukannya," ujarnya.
Kalau Gubernur DKI punya keberanian, menurut Panangian, sebagian kerja Pemprov DKI untuk mewujudkan perumahan bagi rakyat akan bisa diwujudkan.
"Pemprov DKI akan punya lahan yang amat luas untuk membangun perumahan rakyat, misalnya dengan pembangunan rusunawa," ujarnya.
Pengamat perkotaan Yayat Supriyatna berpendapat, selain aturan teknis serah terima, kewajiban pengembang itu juga terkendala ketiadaan perangkat kelembagaan.
Menurut Yayat, upaya Pemprov DKI menugaskan PT Jakarta Propertindo, salah satu BUMD Pemprov DKI, untuk menyiapkan lahan merupakan langkah tepat. Sebab, selama ini pengembang sering beralasan kesulitan mencari lahan pengganti. Ada pula lahan-lahan yang diserahkan pengembang kepada pemerintah justru tak jelas kepemilikannya atau dalam sengketa.
Dengan cara tersebut, pengembang tidak bisa lagi mengelak untuk membangun rumah susun karena lahan sudah tersedia. (NDY/MKN/MAM)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.