Di sebelahnya, duduk pria paruh baya dengan rambut yang sedikit memutih. Pria itu merangkul dan mengusap bahu sang perempuan. Sesekali tangannya menggenggam tangan perempuan itu.
Mereka adalah Elisabeth dan Suroto, suami istri yang mendapat pujian dari banyak masyarakat karena ketegarannya. Merekalah yang kehilangan putri semata wayang, Ade Sara Angelina Suroto. Mereka terus berjuang mencari keadilan untuk putrinya yang tewas dibunuh oleh mantan kekasih dan temannya.
Sesungguhnya, keduanya tidak setegar yang terlihat. Mereka masih teringat bagaimana riangnya sang putri kala masih bersama mereka.
Ketika di rumah, mereka berdua memilih untuk mencari kesibukan lain, sehabis pulang bekerja. Tidak lagi membicarakan Ade Sara, karena hal itu akan membuat Elisabeth teringat dan sedih.
"Cari kesibukan supaya enggak terus teringat," ujarnya.
Sesungguhnya, dia mengaku lelah dengan segala proses persidangan. Bahkan, harus melihat pelaku pembunuhan anaknya membela diri dengan mengatakan pembunuhan itu tidak disengaja. Namun, terus mengawal keadilan untuk putrinya adalah hal terakhir yang menurut mereka dapat dilakukan. Keadilan harus tegak memberi hukuman yang setimpal bagi Hafitd dan Assyifa.
Elisabeth berdoa. Dia berharap, kematian putri satu-satunya itu dibayar setimpal. Walau, jika pembunuh anaknya dihukum tetap tidak membuat Sara kembali, setidaknya sudah ada pihak yang bertanggung jawab. "Saya ingin keadilan yang sebenar-benarnya. Bukan yang seberat-beratnya," ujar Elisabeth.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.