Para pengunjuk rasa mengangkat replika toilet dan sapu berukuran sekitar 2 meter, yang terbuat dari styrofoam. Sebagian pengunjuk rasa juga membawa beberapa peralatan memasak, sebagai simbol pekerja rumah tangga.
"Kami gunakan WC dan sapu sebagai kado bagi anggota dewan terpilih yang baru," ujar anggota Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Yunus Toisuta, saat ditemui dalam aksi unjuk rasa.
Menurut Yunus, kegiatan unjuk rasa tersebut dilakukan sebagai bentuk permohonan bagi anggota dewan terpilih untuk periode 2014-2019, agar lebih memperhatikan nasib para pekerja rumah tangga.
Selama ini, kata Yunus, pekerja rumah tangga dianggap sebagai pekerja non formal. Hak-hak yang seharusnya diperoleh oleh pekerja rumah tangga, juga seringkali tidak terpenuhi.
"Pekerja rumah tangga itu harus dianggap formal. Statusnya harus sama dengan buruh dan karyawan perusahaan," kata Yunus.
Anik Simanjuntak, anggota KSPI yang juga ikut berunjuk rasa mengatakan, selama ini pekerja rumah tangga tidak pernah mendapat perlindungan hukum yang sesuai. Beberapa pelanggaran hak asasi manusia (HAM), juga terjadi pada PRT.
"Upah PRT selalu tidak jelas. Belum lagi masalah beban kerja bagi perempuan, masalah jaminan kesehatan, dan lain-lain," kata Anik.
Untuk itu, komite tersebut meminta kepada pemerintah, agar segera mengesahkan rancangan undang-undang bagi pekerja rumah tangga. Anik mengatakan, rancangan undang-undang tersebut sebenarnya sudah pernah diwacanakan pada tahun 2004. Namun, hingga kini rancangan tersebut tidak pernah dibahas.
"Jangan hanya undang-undang pilkada saja yang dibuat. PRT juga harus dibuatkan undang-undang," ujar Anik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.