"Baguslah dihentikan, dan terima kasih sama Pak Menteri, Pak Presiden dan Wapres bahwa beliau dengan arif dan bijak melihat fakta di lapangan," ujar Lasro kepada Warta Kota, Sabtu (6/12/2014) sore.
Lasro yang dihubungi melalui telepon mengatakan, penghentian kurikulum 2013 tentulah diikuti dengan evaluasi substansial, bukan karena muatan politis. Menurut dia, penggunaan kurikulum tersebut perlu dikaji karena integritas bangsa dirasa seperti menghilang. Oleh karenanya, Lasro menyebut, perlu adanya pendidikan yang berintegritas.
"Paling tidak dalam sebuah kurikulum itu harus ada kumpulan norma, kaidah, yang harus dibangun supaya nanti hal itu tertanam dalam kepribadian bangsa," kata Lasro.
Beberapa norma yang mestinya ada di antaranya norma susila, yaitu bagaimana kepribadian setiap individu memiliki nilai yang dianut perlu diasah dengan pikiran jernih. Oleh karenanya, pendidikan sedini mungkin perlu adanya ajaran norma susila. Selain itu, diperlukan juga norma sosial. Di mana setiap warga negara memiliki budaya dasar
"Misalnya saya dari suku Batak, maka dalam kehidupan saya harus cinta dan mengembangkan budaya Batak yang universal, taktis, ketegasan," kata Lasro.
Selain itu nilai sosial dalam kebangsaan juga pentinf karena setiap individu akan melebur dan mengakui nilai dari suku lainnya.
Tidak hanya itu, dalam kurikulum perlu juga penekanan pada agama bagi negara yang beragama agar mengembangkan dan membina generasi muda di masa mendatang. Menurut dia, hal tersebut merupakan pegangan agar setiap umat bisa berdampingan.
Yang terakhir, kata Lasro, kurikulum perlu memuat nilai hukum yang berkaitan dengan hak dan kewajiban.
"Itu yang harus diperdalam dalam kurikulum. Misal untuk SD, nilai diterapkan 60 persen dan pengetahuan 40 persen, nanti SMP 50 persen nilai dan 50 persen pengetahuan, dan seterusnya," kata Lasro.
Hal tersebut dimaksudkan agar anak bisa mengerti dan memiliki jati diri bangsa yang baik. Lasro juga mengharapkan pemerintah pusat menyederhanakan mata pelajaran.
"Sekarang terlalu banyak, yang penting sedikit tapi tingkat materi diperdalam, jadi anak tidak hanya mengenal," ujar Lasro.
Lasro menyarankan agar dalam penyusunan kurikulum subjek utama yang harus diperhatikan adalah peserta didik karena hal ini menentukan bangsa ke depan dalam hal kemandirian.
Terkait dengan sumber daya manusia (pendidik), mantan kepala biro organisasi tata laksana itu mengatakan, kelebihan pendidik bisa dialihkan. Misalnya guru kimia mengajar IPA, tinggal dilatih menyesuaikan. Juga kalau ada kelebihan dijadikan ke tenaga administrasi pendidikan. "Jangan jadikan itu kekhawatiran," kata Lasro.
Langkah selanjutnya, kata lasro, kurikulum perlu diujicoba dan tidak boleh asal dibuat. Pemerintah selanjutnya tidak melakukan perubahan pada masa transisi. "Itu enggak benar, nanti malah diketawain kita. Jadi seluruh kebijakan publik jangan dilakukan saat masa transisi," kata Lasro.
Saran lainnya, menurut Lasro, sebelum menjalankan kurikulum, langkah yang harus dipastikan pemerintah pusat adalah memastikan bahwa masyarakat sudah sanggup.
"Mau Kurikulum 2013, jangankan punya laboratorium, di kampung sekolah saja masih kurang ruangan," sindirnya.
Selanjutnya dan yang penting adalah menyiapkan tenaga pendidik yang benar paham mengenai perubahan. Karena, menurut dia, pendidik adalah ujung tombak bagi pendidikan anak bangsa.
"Setelah diperbaiki dan evaluasi, mungkin namanya akan jadi Kurikulum 2013 yang disempurnakan, seperti EYD, saya kira ngga perlu lama, 6 bulan evaluasi cukup, Dikbud kan punya banyak orang pintar, nanti jangan lupa uji kesiapan," kata Lasro. (Agustin Setyo Wardani)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.