Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menaruh Asa pada Transjakarta

Kompas.com - 23/12/2014, 14:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kemacetan di Jakarta tak lagi mengenal waktu dan tempat. Kendaraan pribadi masih mendominasi jalanan karena masih minimnya angkutan umum yang aman, nyaman, dan tepat waktu. Kehadiran transjakarta, angkutan perbatasan terintegrasi bus transjakarta, dan transjabodetabek belum bisa menjawab kebutuhan warga.

Bus transjakarta jurusan Harmoni-Pulogadung melaju dengan kecepatan sedang membelah wilayah Jakarta Pusat-Jakarta Timur, Selasa (9/12) siang. Siang itu, bus terisi hampir penuh.

Suara ngik-ngik-ngik... saling bersahutan memecah keheningan dalam bus yang terus melaju. Suaranya semakin nyaring saat bus melewati beberapa jalan rusak di jalur trasnjakarta. Suara itu datang dari bagian bawah kursi penumpang yang sudah mulai keropos.

Sebagian penumpang juga merasa gerah karena sistem pendingin ruangan nyaris tak terasa. ”Bunyinya sangat mengganggu. Tidak nyaman. Kursi bergoyang bikin kepala pusing. Gerah karena AC-nya hanya fan. Jadi, enggak bisa tidur dalam bus,” ujar Amelia Sherlita (19), mahasiswi Universitas Trisakti, salah satu penumpang bus siang itu.

Tempat duduk karatan dan AC yang tak dingin hanyalah sebagian dari buruknya pelayanan transjakarta saat ini.

Belum sesuai harapan

Permasalahan bus transjakarta ini juga mengemuka dalam dialog publik bertajuk ”Transisi Pengelolaan Transjakarta dan Peningkatan Mutu Pelayanan”, di Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti, Jakarta Timur, Kamis (11/12).

Koordinator Komunitas Suara Transjakarta David Tjahjana mengatakan, penumpang mengharapkan keterangkutan, keamanan, dan kenyamanan saat menggunakan bus transjakarta.

Dari segi keterangkutan, masih sering terlihat penumpukan penumpang di hampir semua halte pada jam-jam sibuk. Unit Pelaksana Transjakarta berusaha mengatasi masalah keterangkutan itu dengan menghadirkan bus APTB (2010) dan transjabodetabek (2014) dari sejumlah wilayah se-Jabodetabek.

Akan tetapi, dalam perkembangannya, kehadiran APTB dan transjabodetabek justru menambah beban pada jalur transjakarta. Penumpukan penumpang masih tetap terjadi karena penumpang yang akan naik APTB diwajibkan membayar tarif tambahan.

”Harus bayar dua kali. Bayar tiket bus transjakarta sebesar Rp 3.500 dan ditambah tiket APTB sebesar Rp 10.000,” ujar Sherly Tambayong (23), karyawan swasta di kawasan Harmoni. Sherly yang tinggal di Jalan Fatmawati itu memilih naik APTB karena tak tahan menunggu kedatangan bus transjakarta yang waktu kedatangannya kian tak menentu.

”Kadang 45 menit baru datang satu bus,” ujarnya. Padahal, dalam rancangan awal bus transjakarta, waktu tunggu bus hanya 10-15 menit.

David mengatakan, masalah-masalah seperti tarif tambahan itu muncul akibat integrasi pelayanan belum menyeluruh. Seharusnya, kata David, PT Transjakarta memikirkan manajemen secara keseluruhan sehingga penumpang tak lagi membayar tarif tambahan.

David juga memaparkan, sejumlah fasilitas keselamatan bus transjakarta yang tidak standar. ”Saya menemukan beberapa bus yang pintu daruratnya dilas mati. Kalau terjadi kondisi darurat, tentu akan membahayakan penumpang,” kata David.

Pemberlakuan tiket elektronik juga menyisakan masalah karena masih ada dua koridor yang belum memakai tiket elektronik, yakni Koridor 4 dan 6, karena ada persoalan kontrak.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com