Rabu (14/1/2015) adalah hari keenam Muhammad Sidik (60) terbaring lemah di ruang perawatan RSUD Koja, Jakarta Utara. Radang paru dan asmanya kambuh sejak Jumat lalu. Penyakit ini juga telah membuatnya ”menyerah” beraktivitas sejak sepuluh tahun lalu.
Tubuh mantan tukang sayur gerobak ini bergetar saat batuk. Meski batuknya masih terdengar hampir setiap menit, bapak tiga anak ini ingin pulang ke kediamannya di Jalan Pengayom, RT 003/RW 001, Koja, Jakarta Utara.
”Bapak ingin dirawat di rumah saja. Saya juga setuju karena takut disuruh bayar biaya rumah sakit,” kata Aminah (57), istri Sidik. Sebagai buruh cuci lepas, Aminah hanya berpenghasilan Rp 500.000 setiap bulan. Untuk kebutuhan makan sebulan saja satu keluarga tidak memadai. Itu sebabnya waswas jika diharuskan membayar biaya rumah sakit.
Penyebabnya, meski memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS), data yang dimiliki Sidik dinyatakan tidak terdaftar. Hal itu terjadi karena data di KIS dengan di kartu tanda penduduk berbeda. Nama, tanggal lahir, dan alamat di kedua kartu itu berbeda. Selain itu, nomor induk kependudukan yang menjadi syarat di KIS juga tidak tercantum.
Aminah, yang tak bisa membaca ini, memang baru mendapatkan kartu ini pada Minggu lalu. Ia juga tak tahu seberapa penting data yang termuat di kartu itu.
”Saya cuma terima kartu dan mendapat uang Rp 400.000. Uang itu saya gunakan membayar lebih dari Rp 500.000 untuk obat, tetapi sudah dikembalikan lagi setelah saya mengurus kartu itu. Yang saya khawatir kalau disuruh bayar biaya inap, yang tentu banyak. Belum lagi kemarin bayar ojek untuk mengurus ini dan itu,” tutur Aminah.
Tiga hari lalu, Aminah ditemani anak bungsunya berusaha mengurus agar KIS yang dimiliki dapat digunakan. Ia bolak-balik dari rumah sakit, rumah, kantor lurah, dan kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) agar kartunya dianggap valid. Untungnya, kartunya dianggap valid . ”Alhamdulillah, tidak jadi mengutang,” tambahnya.
Koordinator BPJS RSUD Koja dr Corry Poli mengatakan, kasus yang dialami Sidik bukan yang pertama kali terjadi. Dalam seminggu, selalu saja ada pasien yang data di kartunya tidak sesuai. Apabila hal tersebut terjadi, ia menyarankan untuk mengurus validasinya ke kantor BPJS atau mengambil surat keterangan dari kelurahan.
”Kami di sini bagian pelayanan yang tinggal mencocokkan data pasien. Kalau tidak cocok, ya harus divalidasi di kantor cabang,” ujar Corry.
Sementara itu, Direktur RSUD Koja dr Theryoto menjelaskan, untuk mendapatkan layanan kesehatan secara gratis, memang pasien harus memiliki KIS atau kartu jaminan lainnya. Jika tidak, pasien harus menanggung sendiri biayanya.
Namun, menurut dia, jika telah dirawat lalu kartu yang dimiliki dianggap tidak valid, rumah sakit akan menanggung biayanya. ”Sebab, bagaimana lagi, orang yang tidak punya masak mau diperas,” ujarnya.
Meski demikian, kata Theryoto, yang ribet adalah saat urusan klaim ke pemerintah provinsi. Sebab, pada dasarnya, klaim tanpa bukti tidak memiliki aturan yang jelas. Pada tahun 2014 saja, biaya yang ditanggung RS dari fasilitas perawatan bayi Rp 400 juta.
Persoalan administrasi selalu menjadi momok pelayanan kesehatan, terutama yang bersifat gratis. Meski pembenahan terus berlangsung, hal yang sama terus berulang. Dalam kondisi sakit, orang-orang kecil itu masih harus terbebani urusan yang merepotkan. (Saiful Rijal Yunus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.