Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelarangan Sepeda Motor Mendiskriminasi Warga

Kompas.com - 25/01/2015, 10:57 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Kerja nyata pemerintah untuk mewujudkan transportasi massal yang aman dan nyaman menjadi harapan banyak pihak. Perbaikan transportasi massal ini dinilai lebih produktif sebagai solusi mengatasi kemacetan dan masifnya penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta. Sebaliknya, pelarangan sepeda motor melintas di jalan tertentu justru dinilai mendiskriminasi warga.

Dalam Ngobrol Pintar, diskusi rutin dwimingguan yang diadakan Youth Department Transparency International Indonesia, Jumat (23/1/2015), kebijakan pelarangan sepeda motor di Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka Barat menjadi sorotan.

Pheni Chalid, dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, mengatakan, pelarangan merupakan hal mudah bagi pemerintah. Di sisi lain, kebijakan mengadakan fasilitas transportasi massal yang aman, nyaman, terintegrasi, dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat adalah hal yang sulit dilakukan.

”Pengadaan fasilitas itu sulit diwujudkan, apalagi dibarengi praktik korupsi,” katanya.

Yudi Adiyatna, Volunteer Youth Proactive Batch II Transparency International Indonesia, mengatakan, kebijakan pelarangan sepeda motor membuat ruas jalan tertentu menjadi kawasan eksklusif yang hanya bisa dilalui mobil dan angkutan umum.

Padahal, ada hak warga untuk berpindah tempat dan mendapatkan layanan publik yang layak. ”Negara wajib menghormati hak dasar warga itu,” katanya.

Di sisi lain, kondisi kendaraan umum di Jakarta tergolong buruk. Banyak bus yang tidak lolos uji kir, tetapi tetap beroperasi. Sopirnya pun ugal-ugalan.

Jakarta juga masih menjadi pusat ekonomi, pemerintahan, bisnis, perdagangan, dan aneka kegiatan lain di Indonesia, membuat ibu kota Negara ini sulit dilepaskan dari kemacetan.

”Konsekuensi logis dari penumpukan pusat kegiatan itu adalah transportasi. Setiap hari, kemacetan terjadi di Jakarta. Berbagai kebijakan, seperti pembangunan terowongan, jalan layang, atau three in one, hanya selesaikan kemacetan saat itu, bukan jangka panjang,” katanya.

Tahun 2007

Ardi Yunanto, redaktur karbonjournal.org, mencatat, pelarangan sepeda motor pernah akan diterapkan pemerintah pada tahun 2007 di Jalan Sudirman. Rencana ini ditentang masyarakat dan dibatalkan.

”Sekarang, kebijakan ini diterapkan, tetapi di ruas Jalan MH Thamrin-Medan Merdeka Barat. Pilihan ini lebih kecil dibandingkan yang akan diterapkan pada tahun 2007. Seolah-olah, pemerintah berbaik hati menerapkan kebijakan di ruas jalan yang pendek dan punya banyak jalan belakang,” katanya.

Namun, masyarakat dan berbagai pihak terus menentang. Pelanggaran aturan pun kerap terjadi. Polda Metro Jaya mencatat, penilangan terhadap pesepeda motor yang nekat melintasi Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka Barat sejak 18 hingga 23 Januari mencapai 485 kali.

Dia mengatakan, bersepeda motor sebenarnya bukan pilihan yang menyenangkan bagi sebagian besar penggunanya. Namun, di tengah keterbatasan pilihan moda transportasi, sepeda motor menjadi pilihan terbaik untuk menembus kemacetan, dan biayanya pun hemat. (ART/RTS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com