"Kenapa belanja alokasinya tinggal 61 persen dan belanja pegawai lebih tinggi? Dulu ibaratnya belanja pegawai itu dititipkan di pos belanja barang sama jasa," kata Basuki dalam rapat klarifikasi Rapergub RAPBD 2015 di Gedung Blok F Kemendagri, Kamis (2/4/2015).
Basuki mengaku sudah tidak mau lagi menerapkan sistem anggaran seperti itu. Ia mengatakan, 61 persen alokasi belanja barang itu murni difungsikan untuk belanja barang saja. Tidak ada gaji, honor, dan tidak ada mark-up anggaran.
Basuki mengaku pernah mengatakan kepada pegawai negeri sipil (PNS) DKI tentang keinginannya mewujudkan good governance. Ia pun bertanya kepada para PNS tentang besaran gaji yang sebaiknya mereka terima, tanpa mereka melakukan mark-up anggaran dan menerima honorarium.
"Lalu mereka ngomong, 'Kalau kami sudah tua, berumur, anak-anak kuliah, sekolah, ya mesti (dapat gaji) di atas Rp 50 juta sampai Rp 60 jutalah, Pak'. Ya sudah kalau begitu kami kasih, tetapi ada poin-poin yang harus dipenuhi," kata pria yang akrab disapa Ahok itu.
Provinsi lain, kata Basuki, diizinkan untuk mengalokasi anggaran belanja pegawai sebesar 30 persen. Pasalnya, provinsi lain tidak pernah menanggung gaji pegawai di wilayah kabupaten dan kota. Sementara itu, Pemprov DKI menanggung gaji pegawai, mulai dari pegawai terkecil di tingkat kelurahan hingga provinsi.
"Jadi, (penentuan) angka-angka ini yang perlu (Kemendagri dan DKI) duduk bersama membahas anggaran. Misalnya, kenapa belanja kantor begitu besar. Saya juga sudah bilang, 'Ini apa-apaan beli komputer melulu, beli meja melulu'. Kami sudah kurangi anggarannya, tetapi ya masih saja dari penyusup-penyusup itu kan. Mesti sama-sama diselesaikan," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.