Sepanjang Minggu kemarin, kemacetan terjadi lebih dari 500 meter mulai dari Jalan Bekasi Barat, selepas perempatan Cipinang, hingga Jalan Bekasi Barat I. Terutama mobil, untuk melintasi ruas jalan itu, bisa memakan waktu sekitar 30 menit. Kondisi itu semakin parah oleh ulah sopir mikrolet yang mangkal di pinggir jalan untuk menarik penumpang.
Di tengah keramaian aktivitas jual beli dan kemacetan panjang, tak tampak satu pun petugas kepolisian ataupun petugas lalu lintas dari Dinas Perhubungan DKI menertibkan para pedagang. Petugas seakan membiarkan saja kekacauan di ruas Jalan Bekasi Barat I tanpa ada sedikit pun upaya pengaturan lalu lintas.
Saat dikonfirmasi lewat pesan singkat di telepon seluler, Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur Bernard OP menyampaikan, pihaknya dalam waktu dekat akan mengadakan pembenahan kemacetan di kawasan sekitar Jakarta Gems Center atau pusat batu akik di Rawabening itu.
”Kami sudah memprogramkan itu dengan menggandeng sejumlah pihak terkait, seperti kepolisian,” ujarnya.
Laris manis
Popularitas batu akik memang sedang naik. Desti (36) sudah lebih dari sebulan ini mendatangkan batu akik dari kampungnya di Bengkulu, Sumatera, dan menjualnya di pinggir Jalan Bekasi Barat I. Batu akik itu diangkut menggunakan mobil minibus miliknya.
”Suami yang mengendarai mobil dari Bengkulu ke Jakarta. Batu akik ditaruh di bagian belakang mobil. Saya juga bawa satu anak balita saya,” tutur Desti, yang membawa sekitar 1 kuintal batu akik mentah.
Pedagang lainnya, Oding (23), dipasok bos batu akiknya dari Kebumen, Jawa Tengah, setiap 2-3 hari sekali. Namun, sekarang pasokan agak seret karena penambangan batu akik di Desa Kalirejo, Kebumen, sudah ditutup pemerintah setempat.
Baik Desti maupun Oding mengatakan memperoleh keuntungan yang lumayan dari penjualan batu akik. Setiap 1 kilogram batu akik mentah dijual Rp 200.000-Rp 250.000. Dalam tiga hari mereka bisa menjual 2-3 kuintal batu akik.
”Pembeli sudah tak memburu batu akik bacan lagi, melainkan batu yang memiliki corak. Harganya terjangkau,” kata Oding.
Pungutan rutin
Para pedagang batu akik tidak masalah membayar parkir dan uang keamanan kepada preman setempat agar aktivitas mereka lancar. Bahkan, mereka menyebut ada oknum aparat berseragam yang turut mendapatkan jatah. Desti, misalnya, setiap hari membayar Rp 150.000 untuk parkir mobil dan Rp 50.000 untuk kebersihan dan keamanan.
Dengan muatan batu akik lebih banyak, Majid (56) dan bosnya, Wawan, membayar parkir Rp 150.000, uang koordinasi Rp 200.000, dan sampah Rp 10.000. Ditambah lagi, ada setoran keamanan Rp 50.000.
Parkir kendaraan pengunjung pun dipatok mahal. Untuk lima menit parkir saja pengunjung harus membayar Rp 4.000 untuk satu sepeda motor.
Meski beberapa petugas parkir menggunakan seragam resmi, beberapa petugas tidak menggunakan seragam dan tanda pengenal. Mereka menghindar ketika dimintai tanggapan terkait ketetapan tarif parkir yang diberlakukan.
Seorang pengendara yang melintas di Jalan Bekasi 1, Wawan (24), meminta agar ada tindakan tegas agar okupasi jalan tidak terus terjadi. ”Kalau dibiarkan, semua badan jalan bisa tertutup oleh pedagang,” ucapnya. (MDN/B07)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 April 2015, di halaman 26 dengan judul "Pengelolaan Jalan Kacau-balau".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.